JAKARTA, SP – Setelah 15 tahun berlalu, kasus pencemaran Laut Timor akibat ledakan Kilang Montara dari wilayah Australia semakin tidak jelas. Kompensasi bagi masyarakat korban justru tidak adil dan berpotensi menimbulkan kekisruhan baru. Demikian juga payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara pun tak pernah tewujud.
Ironisnya, informasi yang diperoleh SP, menyebutkan ada tim yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tengah menjajaki proses hukum internasional. Saat ini, puluhan anggota tim tersebut dikabarkan sedang melakukan perjalanan ke luar negeri guna memulai rencana gugatan atau semacam arbritase. Tim tersebut dipimpin Jodi Mahardi selaku Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kemenko Marves. Tim itu merupakan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penyelesaian Permasalahan Tumpahan Minyak Montara dengan anggota dari lintas kementerian ditambah pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana.
Baca: Perpres Hanya Janji Palsu, Tragedi Montara Diduga Sengaja Tidak Diselesaikan
Padahal, berbagai langkah di dalam dan luar negeri harus mempunyai payung hukum seperti Perpres Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara. Sejak awal tahun 2022 lalu, Menko Marves Luhut B Pandjaitan menyampaikan bahwa amanat Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Perpres.
“Dengan Perpres tersebut, kami akan melayangkan gugatan di dalam negeri, yang akan dikoordinir oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan untuk proses hukum di luar negeri, oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai koordinatornya,” papar Luhut pada 24 November 2022 lalu.
Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) bahkan pernah melayangkan surat terbuka kepada Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Pratikno mempertanyakan Perpres tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara tersebut. Surat terbuka itu merupakan aspirasi dari korban pencemaran pesisir selatan Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao. Kupang dan Rote Ndao merupakan dua dari 13 kabupaten/kota yang terdampak pencemaran Lau Timor dari kilang minyak perusahaan minyak BUMN Thailand PTT Exploration and Production (PTTEP).
Perjalanan advokasi korban Montara menjadi catatan khusus wartawan senior Heri Soba. Apalagi, ini merupakan persoalan antarnegara dan menjadi ujian bagi diplomasi Indonesia berhadapan dengan Australia dan Thailand. Sekaligus, menjadi bukti pemerintah memang belum serius memberi perhatian pada para korban masyarakat NTT, dampak ekonomi dan kerusakan lingkungan yang maha dahsyat.
Secara terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kejahatan Terorganisir (Koalisi) menyayangkan lemahnya diplomasi Indonesia dalam kasus Montara ketika berhadapan dengan Australia dan dunia internasional.
Koordinator Koalisi Greg R Daeng menyatakan tumpahan minyak Montara adalah salah satu kejahatan HAM berat terhadap lingkungan dan sumber daya alam. Pencemaran di Laut Timor bisa dikategorikan sebagai ekosida atau kejahatan HAM berat terhadap lingkungan. Dampaknya sangat masif dan meluas terhadap puluhan ribu nelayan dan penduduk pesisir di NTT. [SP-5]
Leave a Reply