Pernah Dibahas Kapolda, Kasus Bank Arfindo dan Kerugian Rp 350 Miliar Belum Ditangani Serius

JAKARTA, SP – Kasus Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Arfak Indonesia (Bank Arfindo) dengan kerugian hingga Rp 350 miliar merupakan kasus besar di Papua Barat. Sekalipun sudah ada penetapan tersangka sejak tahun 2023 lalu, perkembangan kasus ini belum menunjukkan titik terang.

Informasi yang diterima SP, Selasa (20/2/2024), menyebutkan bahwa kasus yang awalnya ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) itu pernah dipindahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Papua Barat. Belum lama ini, penanganan kasus itu dialihkan lagi ke Dit Reskrimsus Polda Papua Barat.

Kapolda Papua Barat Irjen Pol Johnny Eddison Isir pada pertengahan Januari 2024 lalu pernah mengatakan proses hukum kasus Bank Arfindo tetap berjalan. Dia memastikan bahwa
penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan proses hukum terhadap 12 tersangka terus berjalan. Saat itu dia menegaskan akan memanggil Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) guna memaparkan struktur kasus tersebut.

Namun, sumber SP menyebutkan bahwa kasus tersebut kini dilimpahkan ke Dit Reskrimsus. Pihak Polda Papua Barat belum memberikan klarifikasi atas kabar pelimpahan kasus yang awalnya muncul dari Kantor Cabang Arfindo di Faktfak. Dari Polres Fakfak, kasus tersebut kemudian ditarik ke Polda Papua Barat.

Kuasa hukum Bank Arfindo Hiras Tobing menyayangkan proses pelimpahan kasus itu belum diikuti dengan pekembangan atas proses hukumnya. “Jangan sampai membingungkan masyarakat lalu persoalan utamanya menjadi tidak jelas,” ujarnya.

Bintatar Sinaga, selaku pakar hukum tindak pidana Universitas Pakuan, Bogor, pernah mengatakan ada indikasi ketidakseriusan atas kasus tersebut. Padahal, kasus dengan kerugian Rp 350 miliar tersebut merupakan kasus besar. Apalagi ada sejumlah kejanggalan yang seharusnya diungkapkan dengan lebih jelas. Sebagai saksi ahli, dia yakin dana bank tersebut dipermainkan oleh pihak internal dalam kredit bermasalah.

“Proses hukum harus tetap dijalankan. Ini sudah dilaporkan beberapa tahun lalu. Selain dugaan TPPU, bisa dipastikan ada pelanggaran Pasal 374 KUHPidana Jo Pasal 55 tentang Penggelapan,” tegasnya.

Dia juga mempertanyakan kinerja Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya menangani kasus tersebut dengan lebih serius. Jika kepolisian dan OJK tidak segera menuntaskan kasus tersebut maka ada yang patut dipertanyakan. “Jika masih terkatung-katung, perlu dipertanyakan apa yang terjadi dengan kepolisian dan OJK,” tanya Bintatar.

Sebelumnya, praktisi hukum perbankan, Izaac Lawalata, juga menegaskan bahwa pimpinan dan manajemen Bank Arfindo, diduga melanggar prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking). Untuk itu perlu segera dilakukan audit sehingga diketahui permasalahan dan upaya penyelamatannya.
Izaac mengatakan fakta-fakta dari kasus yang dipelajarinya menguatkan dugaan pelanggaran dalam prinsip kehati-hatian perbankan. Hal itu jelas-jelas melanggar UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Seperti diketahui, Polda Papua Barat sudah menetapkan para tersangka dalam skandal kejahatan Bank Arfindo. Mereka adalah PML, JI, NAT, AK, SA, FL, LS, SSK, MAK, SDA, LA, HSR, dan IP. Adapun pelaku utama merupakan Direktur Utama Bank Arfindo, sedangkan yang lainnya sebagai turut melakukan. Dari fakta dan bukti menunjukkan sudah terdapat adanya kerja sama yang terstruktur, sistematis dan massif. Mulai dari memberikan persetujuan kredit bermasalah, melakukan restrukturisasi kredit macet berulang-ulang hingga mengajukan kredit atas nama orang tanpa sepengetahuan dan seijin orang tersebut. [SP-4]

1 Comment

  1. Kalau qualitas kepolisian dan OJK sebagai institusi pemerintah yang harus menindak lanjuti perkara – perkara perbankan, bagaimana baiknya institusi harus ada kompotitor swasta sebagai mana bisa mengevaluasi institusi pemerintah..

    #savekepolisianrepublikindonesia
    #saveojk

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*