SOLO, KP – Kementerian Pertanian (Kementan) akan mengajukan Peraturan Presiden (Perpres) pengelolaan pertanian yang saat ini masih berjalan masing-masing.
“Kami lagi mengajukan Perpres ke depan agar pengelolaan sektor pertanian lebih tertata,” kata Wakil Menteri Pertanian RI Sudaryono di Klaten, Jawa Tengah, Senin (23/9/2024).
Ia mengatakan saat ini mekanisme mengenai penyediaan pupuk termasuk pupuk bersubsidi yakni Pupuk Indonesia yang berada di bawah Kementerian BUMN, penjualan pupuk diatur oleh Kementerian Perdagangan, dan ketika panen di bawah Kementerian Pertanian dan Bulog yang ada di bawah BUMN.
“Dalam hal ini kami nggak bisa perintah Bulog. Hanya bisa mengimbau, capek juga kami,” katanya seperti ditulis Antara.
Ke depan, pihaknya ingin ada Perpres agar pengelolaan menjadi lebih baik. Perpres ini akan melibatkan beberapa kementerian/lembaga pemerintah yang membidangi pertanian, ada Pupuk Indonesia, Kementerian Perdagangan, Bulog dan Kementan.
“Semua tetap ada tapi ketua kelasnya Mentan. Yang penting tercapai tujuan keluarga besar instansi pertanian ini, salah satunya menyejahterakan petani,” katanya.
Ia mengatakan Perpres tersebut diajukan untuk kepentingan hajat besar para petani di Indonesia dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Sementara itu, dikatakannya, hal itu penting dilakukan salah satunya untuk memastikan penyaluran pupuk berjalan dengan baik. Menurut dia, produsen pupuk memiliki tanggung jawab besar, salah satunya yakni memastikan pupuk sampai ke petani dengan harga sesuai dengan aturan pemerintah.
“Tahun depan selain dilihat untung ruginya juga dilihat kemanfaatannya, penyalurannya bagus apa tidak, ada masalah di petani apa tidak, begitu dikasih pupuk di desa ini produktivitasnya naik apa tidak, kendalanya dan seterusnya,” katanya.
Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa menyatakan dirinya meragukan keberhasilan rencana pemerintah membangun food estate di Merauke, Papua Selatan.
Kata dia, proyek cetak sawah dan tebu seluas 2,29 juta hektare itu diprediksi akan berakhir mangkrak seperti proyek sebelumnya. “Kesalahan yang sama mau diulang lagi, sehingga saya pastikan hasilnya nanti pasti gagal,” kata dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Andreas menjelaskan pemerintah tidak pernah belajar dari kegagalan dalam mencapai swasembada pangan. Selain itu, proyek ini hanya berfokus pada pembukaan lahan hutan baru dengan anggaran yang sangat besar.
Megaproyek food estate sawah dan tebu di Merauke mulai ramai diperbincangkan sejak Juni lalu. Produsen alat berat asal Cina, Sany Heavy Industry Co Ltd, menyebutkan bahwa PT Jhonlin Group membeli 2.000 unit ekskavator untuk membuka lahan seluas 1,18 juta hektare.
Presiden Joko Widodo juga telah mencanangkan tambahan lahan tebu seluas 700 ribu hektare melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023. Namun, Andreas menyatakan bahwa rencana sawah dan tebu seluas 2,29 juta hektare itu tidak masuk akal.
“Proyek ini lebih luas daripada Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) pada era Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya 1,2 juta hektare, dan itu pun gagal total,” ujar Andreas. [SP-01]
Leave a Reply