JAKARTA, SP – Pencemaran Laut Timor yang dikenal dengan Tragedi Montara pada tahun 2009 lalu tak kunjung selesai. Jajaran pemerintahan Presiden Joko Widodo hanya meninggalkan janji, padahal korban pencemaran terlantar dan kerusakan lingkungan dibiarkan bermasalah. Masyarakat Nusa Tenggara Timur di 13 kabupaten/kota terdampak langsung Kasus Montara masih menanti. Demikian juga Presiden (Perpres) yang pernah dibahas melalui The Task Force Montara tak membuahkan hasil.
Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni terus menyuarakan penyelesaian Kasus Montara lewat seruan moral yang disampaikan melalui media sosial dan media massa. Selaku Representasi dan Otoritas Pemerintah RI khusus dalam penyelesaian kerugian sosial ekonomi masyarakat terhadap Kasus Tumpahan Minyak Montara tahun 2009 hingga saat ini, Ferdi Tanoni mendesak Pemerintah Indonesia segera menempuh upaya hukum dengan melayangkan gugatakan kepada Pemerintah Federal Australia dan PTTEP.
“Pemerintah RI harus segera mengajukan perlawanan (gugatan) kepada Pemerintah Federal Australia dan PTTEP-Bangkok dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan di Indonesia dan Pengadilan Internasional tentang kerusakan lingkungan yang terjadi di 13 kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Timur,” tegas Ferdi Tanoni, Jumat (20/9/2024).
Mantan agen imigrasi Australia ini juga mendesak Pemerintah Federal Australia agar segera mengakui dan melakukan pembayaran kerugian sosial ekonomi masyarakat kepada masyarakat di 13 kabupaten/kota Se-Nusa Tenggara Timur sebagaimana telah disampaikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2021.
“Pemerintah Thailand segera mendesak PTTEP agar segera melakukan pembayaran sosial ekonomi masyarakat Indonesia di 13 kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Timur, sebagaimana surat dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2021,” sambungnya.
Ferdi yang juga peraih Penghargaan Civil Justice Award Nasional dari Presiden Australian Lawyers Alliance-ALA berargumen gugatan atas kerusakan lingkungan ini menyusul hasil uji coba laboratorium atas tiga sampel tumpahan minyak Montara di Laboratorium Leeder Consulting Pty.Ltd Australia.
“Tiga sampel diterima oleh Leeder Consulting dan dianalisis dengan Kromatografi Gas-Deteksi Ionisasi Nyala (GC-FID) seperti yang diminta. Sampel tersebut dibandingkan dengan sampel minyak mentah Montara segar yang sebelumnya diterima oleh Leeder Consulting. Sampel 1 (ID Leeder 2010000434) hanya mengandung sejumlah kecil hidrokarbon minyak bumi yang sangat lapuk,” jelasnya.
Menurut Ferdi, rasio minyak utuh untuk sampel ini tidak sesuai dengan rasio minyak utuh minyak mentah Montara segar. Sampel 2 (ID Leeder 2010000435) dan Sampel 3 (ID Leeder 2010000436) mengandung minyak mentah.
“Rasio minyak utuh dari sampel tersebut mirip dengan rasio minyak utuh minyak mentah Montara segar. Sampel tersebut dianalisis lebih lanjut untuk berbagai biomarker menggunakan GC–MS,” ungkapnya.
Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Timor, Rote, Sabu dan Alor di Laut Timor menambahkan bahwa rasio biomarker diagnostik dari sampel tersebut dibandingkan dengan minyak mentah Montara segar.
“Plot korelasi menunjukkan kecocokan rasio diagnostik dalam interval kepercayaan 95% dan menunjukkan kecocokan positif sampel dengan minyak mentah Montara segar,” pungkas Ferdi Tanoni membacakan hasil kesimpulan penelitian Laboratorium Leeder Cinsulting Pty.Ltd Australia atas tiga sampel minyak mentah. [SP-01]
Leave a Reply