KUPANG, SP – Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia mengajak masyarakat dan partai politik di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar tidak mencalonkan pemimpin koruptor. Tingkat kemiskinan yang tinggi dan berbagai persoalan yang muncul karena para pemimpin daerah tidak punya visi untuk mensejahterakan rakyat.
Ketua Kompak Indonesia Gabriel Sola dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2024), menjelaskan para narapidana koruptor menjadi bukti tidak ada visi untuk memajukan daerah atau mewujudkan rakyat yang sejahtera. Kalaupun terpilih lagi, pengalaman melakukan korupsi akan terulang kembali.
“Sekecil apapun yang dikorupsi, ya namanya tetap korupsi dan sudah berpengalaman, jadi akan lebih lihai dalam mencuri. Daripada mengulang kecerobohan yang sama, partai politik sebaiknya hindari mencalonkan pemimpin bermasalah. Masa sih, setiap wilayah tidak punya kader-kader terbaik untuk kepentingan rakyat dan memajukan daerah,” ucap Gabriel yang cukup banyak mengadvokasi kasus-kasus hukum di NTT.
Dia memastikan calon kepada daerah yang bermasalah pasti menggunakan berbagai cara untuk kembali memimpin. Di sisi lain, calon tersebut bisa saja didorong kekuatan yang memang bermasalah. “Jangan-jangan dana yang digunakan juga hasil korupsi atau harus dikembalikan dengan cara korupsi sehingga anggaran pembangunan untuk rakyat tidak pernah terwujud,” tegasnya.
Seperti diketahui, Kompak Indonesia telah mengadvokasi sejumlah kasus hukum di NTT, termasuk korupsi, ketidakadilan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dalam berbagai advokasi tersebut, Kompak Indonesia langsung mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Berdasarkan sejumlah advokasi dalam 10 tahun terakhir, Kompak Indonesia menyimpulkan kemiskinan yang selalu di NTT karena alokasi anggaran untuk masyarakat dikorupsi para kepala daerah dan jajarannya. “Jadi kalau parpol mendorong calon bermasalah ya perlu dipertanyakan. Kalaupun hasil survei tinggi, berarti akal sehat para responden saat survei itu dipertanyakan. Atau semua sudah direkayasa karena uang hasil korupsi sudah mengalir kemana-mana,” tegasnya.
Khusus Kabupaten Alor, Kompak Indonesia sangat khawatir jika calon-calon yang potensial justru tidak lolos. Biasanya, ujar Gabriel, para calon kepala daerah yang potensial akan kesulitan mendapatkan tiket pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Ada nama yang pernah dipidana korupsi sudah bergerilya sejak beberapa tahun lalu. Semoga rakyat cerdas dan tetap waras, jangan sampai ada kekuatan-kekuatan yang menegasikan hak-hak rakyat Alor untuk lebih sejahtera dan semakin maju,” ujarnya. [PR/SP]
Leave a Reply