Surat Terbuka Saat Hari Anzac di Australia, Petaka Montara Makin Tidak Jelas

KUPANG, SP – Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) melayangkan surat terbuka kepada Pemerintah Australia dan Selandia Baru menyusul belum tuntasnya penyelesaian petaka Montara dan kontroversi Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef).

Keterangan yang diterima SP, Minggu (27/4/2025), menyebutkan surat yang dikirim pada Jumat akhir pekan lalu bertepatan dengan Hari Anzac yang biasa diperingati setiap 25 April.

Seperti diketahui, Hari Anzac adalah hari nasional memperingati semua warga Australia dan Selandia Baru yang gugur dalam seluruh peperangan, konflik dan operasi penjaga perdamaian. Hari Anzac diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 25 April.

Ketua YPTB Ferdi Tanoni menjelaskan selama Perang Dunia (PD) II Australia mengerahkan Pasukan Sparrow ke Timor untuk mempertahankan diri dari invasi Jepang, yang awalnya difokuskan pada wilayah Belanda di pulau tersebut. Pasukan tersebut, termasuk Batalyon 2/40, Kompi Independen 2/2, dan detasemen lainnya, ditugaskan mengamankan lapangan udara Penfui dan daerah sekitarnya.

Sementara beberapa pasukan Australia dan Belanda, kata Ferdi, awalnya melawan serbuan Jepang, sebagian besar Pasukan Sparrow menyerah, meskipun beberapa melarikan diri ke Timor Portugis.
“Pada Hari Anzac, kami masyarakat di Timor Barat dan Nusa Tenggara Timur mempringati hancurnya Laut Timor dan Laut Sawu oleh Pemerintah Federal Australia dan Korporasi PTTEP di Bangkok di Perth Australia Barat,” sambungnya.

Dia mengatakan petaka Kasus Montara sudah berjalan selama 15 tahun dan 9 bulan yang nyaris melenyapkan mata pencaharian lebih dari 100.000 orang. Petaka itu menciptakan macam-macam penyakit dan membunuh banyak masyarakat pesisir. Kemudian menghancurkan terumbu karang puluhan ribu hektare dan lain sebagainya. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang mau dan bersedia memperingatinya.

“Kurang lebih telah menghamburkan 80.000 galon minyak mentah bercampur timah hitam dan zat beracun (dispersan) dalam jumlah yang cukup besar ke perairan Laut Timor dan Laut Sawu selama 74 hari untuk tenggelamkan tumpahan minyak mentah di atas permukaan air laut,” jelasnya.

Buktinya, tegas Ferdi, hingga detik ini tanaman rumput laut di wilayah tersebut hanya memperoleh paling maximum 40% saja dibandingkan dengan sebelum terjadinya Tumpahan Minyak Montara pada 21 Agustus 2009 silam. Demikian juga penangkapan ikan yang menurun drastis. “Sebaliknya ada saja upaya persekongkolan mencabut Surat Moratorium Pemerintah RI terhadap PTTEP,” tegasnya.

Selain Montara, surat terbuka juga menyinggung Gugusan Pulau Pasir yang diklaim sepihak Pemerintah Federal Australia. Kemudian Australia mengganti nama Gugusan Pulau Pasir dengan sebutan Ashmore Reef. “Australia membuat berbagai macam aturannya di sana serta melarang nelayan kami menangkap ikan di sana. Bahkan, Pemerintah Fedral Australia menangkap dan membakar seluruh perahu nelayan tradisional Indonesia yang tiba di Pulau Pasir,” sambungnya.[PR/SP]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*