Pemerintah Siap Bangun 20 Ribu Hektare Tambak Ikan, Industri Perikanan Terancam Bangkrut

JAKARTA, SP – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan atau Zulhas menyebut Pemerintah akan membangun 20 ribu hektare tambak di Pulau Jawa hingga akhir tahun 2025. Tambak-tambak tersebut akan digunakan untuk perikanan guna mendukung kecukupan pangan, khususnya pada sisi protein.

“Untuk ikan, (lokasinya) banyak di Pulau Jawa. Tahun ini, kan nggak bisa kita sekaligus. Tahun ini 20 ribu, 20 ribu itu suatu pekerjaan yang cukup besar,” ujar Zulhas di Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Menko Pangan menyampaikan, pembangunan tambak 20 ribu hektare tersebut akan menggunakan tambak-tambak lama yang sudah terbengkalai di sepanjang wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura).
Menurutnya, terdapat 70 ribu hektare tambak yang tidak terpakai selama puluhan tahun. Tambak tersebut dulunya digunakan untuk budidaya udang windu. “Ada 70 ribu hektare yang nggak dipergunakan lagi. Dulu udang windu, itu direvitalisasi untuk ikan,” katanya.

Untuk wilayah di luar Pulau Jawa, Pemerintah akan membangun tambak-tambak untuk budidaya udang dan lainnya, khususnya perikanan tangkap. Lebih lanjut, kata Zulhas, Pemerintah juga akan membangun pabrik pakan untuk menjaga produksi ayam dan ikan. Pabrik pakan tersebut juga nantinya dapat menyerap jagung dari petani.

“Pemerintah juga akan ikut mengembangkan pakan. Pakan juga kalau pemerintah ikut bisa mengendalikan seperti Bulog, (harga) tidak hanya ditentukan oleh satu dua pihak, tapi nanti pakan itu ada kompetisi bersaing harganya,” ucap Zulhas.

Secara terpisah, industri perikanan Tanah Air terancam gulung tikar imbas kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Jutaan orang di sektor ini juga terancam kehilangan pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK massal akibat kebijakan tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menyampaikan, tarif yang ditetapkan Trump sangat membebani pelaku usaha di sektor perikanan. Pasalnya, margin industri pengolahan perikanan dan eksportir perikanan di bawah 5%.

“Kalau kami potong harga, di hulu, para petambak atau para nelayan juga tidak akan sanggup untuk menanggung 32% pergerakan margin yang besar tadi untuk tarif tadi,” kata Budhi kepada Bisnis.

Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), AS menjadi negara tujuan utama ekspor produk perikanan di 2024. Nilai ekspor ke Negeri Paman Sam mencapai US$1,90 miliar atau 31,97% dari total ekspor perikanan Indonesia di 2024. Posisi selanjutnya ditempati China sebesar 20,88% dari total ekspor perikanan Indonesia, diikuti Asean 14,39%, Jepang sebesar 10,06%, dan Uni Eropa 6,96%. AS juga tercatat menjadi negara tujuan utama ekspor udang Indonesia yakni 63% dari total volume ekspor udang di 2024 yang mencapai 214.575 ton. Disusul Jepang 15%, China dan Asean 6%, Uni Eropa 4%, serta Rusia, Taiwan, dan Korea 1%.

Budi menuturkan, pihaknya sejak lama telah mencari pasar alternatif selain AS. Namun, tidak mudah untuk memindahkan ke pasar lain dalam jangka pendek. Selain pangsa pasar yang cukup besar, pelaku usaha membutuhkan waktu untuk mengalihkan pasar. Pasalnya, pihaknya perlu melihat dari sisi harga hingga sertifikasi produk agar dapat masuk ke negara tujuan. Melihat kondisi ini, pelaku usaha khawatir kebijakan tarif Trump membuat industri perikanan Tanah Air berhenti beroperasi lantaran tingginya tarif. [BI/BM]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*