
KUPANG, SP – Setelah dilaporkan beberapa masyarakat, Maurice Blackburn Lawyers juga kembali diadukan ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) oleh Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB). Pengaduan itu karena Maurice Blackburn Lawyers dinilai memfitnah Ketua YPTB Ferdi Tanoni terlibat korupsi dana kompensasi nelayan dan pembudidaya rumput laut dalam kasus Montara 2009.
“Kamis (25/4), saya sudah ke Polda NTT untuk mengadukan hal ini,” kata Ferdi Tanoni kepada SP, Sabtu (27/4/2024).
Dikatakan, fitnah dilakukan pengacara Maurice Blackburn melalui surat tertulis yang dikirim kepada 81 Kepala Desa di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao yang warganya menerima dana kompensasi tumpahan minyak Montara pada 2009.
Ferdi mengatakan Maurice Blackburn tidak hanya memfitnah soal dugaan korupsi dana kompensasi, tetapi menyebut Ketua YPTB menjadi penghambat dari pendistribusian dana kompensasi tersebut.
Padahal, kata dia, sesuai keputusan Pengadilan Federal Australia, seluruh dana dipegang oleh Kantor Pengacara Maurice Blackburn dan proses pencairannya langsung ke rekening masing-masing penerima, bekerja sama dengan Bank BRI.
“Atas fitnah itu tentu saja saya merasa rugi secara materiil dan immateriil karena tuduhan tersebut jauh panggang dari api,” tegas dia.
Apalagi fitnah tersebut, ujar Ferdi, telah tersebar di beberapa media nasional dan internasional, sehingga dia meminta pihak Maurice Blackburn untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut.
Bahkan, tambah dia, Maurice Blackburn menghubungi pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan melakukan pemeriksaan di Kabupaten Rote Ndao dan juga melaporkan ke salah satu anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao.
Ferdi juga mempertanyakan penggunaan stempel YPTB oleh Maurice Blackburn dan Ward Keller untuk melegitimasi tanda tangan mereka yang hanya scan saja. Karena itu, Ferdi Tanoni menuntut agar penggunaan stempel yayasan tersebut harus dibayar kepada YPTB.
Sebelumnya, masyarakat dari Kabupaten Kupang juga sudah melaporkan Maurice Blackburn Lawyers ke Polda NTT. Protes masyarakat muncul beberapa waktu lalu terkait perbedaan harga ganti rumput laut yang sangat mencolok. Adapun perbedaan tersebut berkisar antara Rp 4.000 per kilogram (kg) hingga yang paling tinggi Rp 32.000 per kg.
“Kami menerima banyak protes dari masyarakat, namun tidak diberi ruang komunikasi. Belakangan kami juga dipanggil polisi (Polda NTT) yang meminta klarifikasi karena terkait pengaduan dari warga Kupang Barat,” tegas penulis buku Skandal Laut Timor ini.
Setelah melapor ke Polda NTT, YPTB juga akan bertemu dengan pihak Office of the Legal Services Commissioner (OLSC) di New South Wales NSW), Australia. Dalam pengaduan ke The NSW Legal Services Commissioner, YPTB menyampaikan sejumlah catatan dan fakta yang berpotensi menimbulkan kericuhan yang terkait dengan masyarakat korban Montara. OLSC merupakan sebuah badan independen di bawah Kejakasaan Agung yang menangani pengaduan terhadap kinerja pengacara.
Adapun surat YPTB yang diajukan ke OLSC negara bagian New South Wales (NSW) itu, hanya selang dua hari setelah Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Ayodia Kalake berdialog dan menerima pengaduan dari korban Montara di Kabupaten Rote Ndao. [PR/SP]
Leave a Reply