Surat PBB ke Australia, Thailand dan PTTEP Segera Ditindaklanjuti Soal Montara

Monica Feria-Tinta yang juga pengacara dalam Tragedi Montara (Ist)

JAKARTA, SP – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pernah menyurati Pemerintah Australia dan Thailand serta PTT Exploration and Production (PTTEP) terkait pencemaran kilang Montara di Laut Timor. Surat yang dikeluarkan dua tahun lalu itu akan ditindaklanjuti lagi oleh Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) guna mempercepat penyelesaiannya.

Ferdi Tanoni dari YPTB mengatakan Pengadilan Federal Australia telah menetapkan putusannya dan memenangkan masyarakat NTT. Saat ini masih dalam proses verifikasi terkait kompensasi korban sebanyak 15.481 nelayan dan petani rumput laut.

“Untuk mempercepat proses itu, kami juga segera menindaklanjuti surat dari PBB setelah merespons pengacara kami dari London, Monica Feria-Tinta pada tahun 2019 lalu,” ujar Ferdi yang juga penulis buku Skandal Laut Timor, Minggu (19/3/2023).

Dikatakan, berbagai upaya tersebut guna mempercepat terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) RI Tentang Optimalidsasi Pencemaran Laut Timor untuk penyelesaian berbagai hal terkait para korban Montara.

Sebagai informasi, pada November 2019, perwakilan pengacara Inggris, Monica Feria-Tinta, menulis surat kepada enam Pelapor Khusus PBB dan Kelompok Kerja tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan perusahaan transnasional serta bisnis dan perusahaan lain. Pada Maret 2021, Pelapor Khusus PBB menanggapi dan menulis kepada pemerintah Australia, Indonesia, Thailand, dan perusahaan yang terlibat. Para pihak tersebut diminta pertanggungjawaban dan
mengambil semua tindakan guna memastikan yang terkena dampak tumpahan minyak Montara memiliki akses pemulihan yang efektif.

Dalam suratnya, Monica mengatakan, berdasarkan data dari Pusat Energi dan Lingkungan Indonesia, diperkirakan kerugian ekonomi yang dialami industri perikanan dan pembudidaya rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai sekitar AU$ 1,5 miliar per tahun sejak 2009 dan bisa mencapai lebih dari 15 miliar AU$ dolar.

“Baik pemerintah maupun PTTEP telah menjawab surat dari PBB itu pada tanggal 10 Mei 2021 yang lalu, namun PBB belum mengunggah informasi tersebut ke publik,” ungkap Ferdi.
Seperti diketahui, insiden pada 2009 merupakan tumpahan minyak dari ladang Montara milik PTTEP. Banyak yang langsung meninggal karena penyakit, dan lebih banyak lagi para petani rumput laut dan nelayan kehilangan mata pencaharian di pesisir Laut Timor.

Penelitian USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak. Rumput laut hingga ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati. Tangkapan nelayan turun drastis yang
menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang. [PR/SP]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*