JAKARTA, SP – Verifikasi sementara dari dua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat 1.125 warga meninggal sebagai dampak ledakan kilang minyak Montara di perairan Laut Timor pada tahun 2009 lalu. Kondisi ini perlu segera diatasi dengan mempercepat terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) RI Tentang Optimalisasi Pencemaran Laut Timor.
Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni, Rabu (8/3/2023), mengatakan jumlah korban meninggal tersebut diperoleh dari verifikasi yang dilakukan pihaknya dalam dua pekan terakhir bersama tim khusus. Hal itu dalam rangka ganti rugi atas hilangnya mata pencaharian akibat luapan minyak yang mencemari pesisir selatan NTT.
Dikatakan, 1.125 warga yang meninggal itu diketahui setelah menemui langsung para keluarga korban dan ahli warisnya di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao. “Jumlah tersebut masih bisa meningkat karena verifikasi masih berlangsung. Jadi dampak pencemaran ini sangat dahsyat sebagaimana sudah kami khawatirkan sejak awal pencemaran tersebut pada tahun 2009 lalu,” ujar penulis buku Skandal Laut Timor ini.
Untuk itu, lanjutnya, kehadiran Peraturan Presiden (Perpres) RI Tentang Optimalisasi Pencemaran Laut Timor sangat ditunggu dalam mempercepat proses ganti rugi kepada keluarga korban pencemaran Laut Timor. Perpres tersebut sebenarnya sudah menjadi komitmen pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo sejak tahun 2022 lalu. Hal itu seiring dengan putusan Pengadilan Federal Australia di Sydney bahwa ribuan korban dari 81 Desa di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao (NTT) yang terdampak telah memenangkan gugatannya. Demikian juga PTT Exploration & Production (PTTEP) Australasia sudah menyetujui ganti rugi tersebut.
“Terbitnya Perpres itu menjadi kelanjutan dari hasil kerja Montara Task Force yang dibentuk Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI pada tahun 2018 lalu. Kami terus berharap agar Sekretariat Negara RI mempercepat penerbitan Peraturan Presiden tersebut,” jelasnya.
Tim tersebut, kata dia, dipimpin Purbaya Yudhi Sadewa dengan anggotanya Prof Hasjim Djalal, Admiral Fred S. Lonan, Cahyo Rahadian Muzhar dan Ferdi Tanoni dengan Sekretaris Eksekutifnya Dedy Miharja.
Seperti diketahui, sejak meledaknya lading Montara 21 Agustus 2009 lalu, Ferdi Tanoni bersama berbagai pihak, khususnya alumnus IPB Bogor Heriyanto Soba dan Herman Jaya dari Ocean Watch Indonesia (OWI) konsisten memperjuangkan hak-hak para korban tersebut. Berdasarkan Satetlit Sky Truth, sekitar 941,286.000 liter minyak dari ladang Montara tumpah dan tergenang di wilayah perairan Australia hingga pesisir selatan NTT. [PR/SP]
Leave a Reply