Eliminasi TBC Terealisasi dengan Adanya Peran Komunitas TBC

JAKARTA, SP – Eliminasi TBC dapat direalisasikan dengan adanya peran serta komunitas TBC di dalamnya. Namun, tidak sampai disitu saja, harapan dalam penanggulangan TBC di Indonesia  tidak akan berjalan lancar apabila tidak disertai dengan kolaborasi yang masif dan aktif bersama pemerintah dan masyarakat didalamnya.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan tuberkulosis nasional melalui akses layanan yang bermutu adalah dengan penerapan District Public Private Mix. Penerapan District Public Private Mix ini telah memberikan dampak yang positif bagi masyarakat salah satunya dapat dilihat dari penerapan District Public Private Mix di Kota Jember.

Hal tersebut disampaikan oleh dr. Lilik Lailiyah, M. Kes., Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dalam The SDGs National Seminar Series yang diselenggarakan oleh Bakrie Center Foundation dengan topik peran serta masyarakat dalam penanggulangan TBC di lingkungan sekitar di Jakarta secara hybrid (31/10/2022).

“Dalam penerapan District Public Private Mix ini tidak terlepas dari adanya sinergitas dan pelibatan berbagai sektor yaitu fiskes pemerintah dan swasta, asosiasi fasyankes, dan multisektor di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kab/Kota. Salah satu organisasi yang turut mengambil andil dalam peningkatan layanan TBC di Jember adalah Koalisi Organisasi Profesi Dalam Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) Kab. Jember yang bertugas sebagai advokator, vasilitator, motivator, dan pelaksana pelayanan TB dan kegitan PPM,” jelasnya.

Selain itu, keseriusan pemerintah Jember dalam penerapan strategi District Public Private Mix ini dapat dilihat dari hasil penerapan strategi DPPM di wilayah yang dituangkan dalam SK DPPM Tingkat Camat di 31 Kecamatan, SK Camat tentang Paguyuban TB, serta Surat Edaran Camat Terkait Deteksi dan Tindak Lanjut Pasien TBC. Hasil dari kegiatan DPPM adalah terbentuknya 50 Paguyuban TB yang menjalankan kegiatan mulai dari investigasi kontak (IK), pertemuan berkala kader, PMO (Pengawasan Minum Obat), serta pelacakan pasien TB mangkir.

Kemudian, terselenggaranya pula kegiatan penemuan kasus TBC yang berkolaborasi dengan PIS-PK serta program lainnya dengan rinci kegiatan kunjungan rumah, deteksi TB anak pada balita gizi buruk, skrining TB pada kontak erat, serta skrining TB pada kelompok berisiko. Selain itu, kegiatan penyuluhan TBC yang dilaksanakan sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat khususnya dalam pengenalan gejala dan pencegahan TBC khususnya bagi kelompok berisiko.

“Selain pelayanan kepada masyarakat, sebagai penyelenggara dan aktor dalam penyediaan layanan, pemerintah juga telah melakukan penguatan jejaring PPM di kabupaten dan kota dengan melakukan kerjasama layanan TBC dengan klinik dan DPM, penguatan jejaring dengan RS, kegiatan inovasi Puskesmas salah satunya KETAN ITEM (Ketahui, Pastikan, Integritas, dan Sembuhkan), serta kegiatan peningkatan kapasitas TBC dari Dinkes,” jelas Lilik.

Melalui komitmen pemerintah dalam menanggulangi TBC, terdapat berbagai rencana tindak lanjut pemerintah, diantaranya membentuk Tim Percepatan Eliminasi TBC Kab. Jember sesuai Perpres Nomor 67 Tahun 2021, melakukan usulan dan evaluasi anggaran 2023 dalam pemenuhan capaian SPM, membuat Perbub Penanggulangan TBC Kab. Jember, kampanye program TB pada Organisasi Profesi (KOPI TBC), menyediakan ketersediaan logistik program TBC, serta melanjutkan kerjasama bersama mitra komunitas dalam Penanggulangan TBC.

Sebagai salah satu komunitas yang berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan TB dan TB-HIV berbasis komunitas dan perpusat pada pasien untuk meningkatkan notifikasi dan keberhasilan pengobatan, PR Komunitas Eliminasi TB Indonesia sekitar yang dihadiri oleh Heny Akhmad MPA, MSc. Selaku Direktur Kosorsium Komunitas PB-STP menyampaikan peran penting komunitas dalam penanggulangan TBC di Indonesia.

“Peran kami adalah melalui penemuan kasus (ACF) yakni melalui investigasi kontak dan community outreach (penyuluhan) dengan 14.500 kader dan lebih dari 200 manager kasus di RSPMDT dan pendampingan pasien, baik area non layanan kesehatan seperti sekolah, pesantren, penjara, dan pabrik, kemudian edukasi TBC, pendampingan pasien oleh kader, OPT, dan keluarga, pembayaran enabler bagi pasien TB RO di 190 Kab/Kota, advokasi kepada pemerintah daerah perihal kebijakan penanggulangan TBC dan pengembangan jejaring di tingkat daerah, provinsi dan nasional, mobilisasi sumber daya yakni swasta, perusahaan, dan pemerintah daerah, penguatan organisasi penyintas TBC, serta penelitian terkait TB stigma dan diskriminasi serta dana desa,” jelas Heny.

Selain peran pemerintah dan masyarakat, Perhimpunan Organisasi Pasien Tuberkulosis (POP TB) Indonesia memiliki peran yang penting bagi terselenggaranya upaya-upaya pemberdayaan komunitas Organisasi Penyintas Tuberkulosis (OPT).

Dengan beranggotakan 22 OPT di 16 provinsi di Indonesia, POP TB Indonesia memiliki harapan dapat menciptakan komunitas OTP yang memiliki kemampuan dan kesedian dalam berkontribusi aktif mensukseskan program penanggulangan TBC di indonesia melalui berbagai kegiatan yaitu peningkatan kapasitas OPT, pembentukan OPT, serta kampanye penyebaran informasi.

Siti Rofiqah Nuriyah, selaku Program Coordinator SR POP TB Indonesia menyampaikan bahwa SR POP Indonesia berkomitmen dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan yang dapat membangun kesadaran dan partisipasi aktif berbagai kalangan dalam penanggulangan TBC di Indonesia.

“POP TB Indonesia telah menyelenggarakan berbagai kegiatan diantaranya yaitu pertama, kegiatan peningkatan kapasitas melalui aktivitas kepemimpinan, manajemen organisasi, advokasi, sensitisasi stigma dan diskriminasi, serta focus group discussion. Kedua, dengan kegiatan sensitisasi stigma dan diskriminasi sehingga OPT dapat lebih jeli dalam melihat kasus di lapangan, mencegah dampak negatif dari stigma dan diskriminasi, serta pelatihan dan magang paralegal.

Ketiga, dengan peningkatan mental health awareness yang ditimbulkan dari lama pengobatan yang menguras energi pasien, efek samping obat, identifikasi dini depresi, hingga penyediaan layanan telekomunikasi dan daring (hotline). Keempat, yaitu diselenggarakannya focus group discussion guna mendorong peningkatan akses pasien terhadap pengobatan sebagai upaya untuk memaksimalkan peran organisasi penyintas. Bahkan, POP TB Indonesia secara aktif mengadakan kegiatan seperti penyelenggaraan lomba film pendek TBC-Covid, kampanye, serta kolaborasi bersama media dan radio,” jelas Siti. [SP/Ratna]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*