Oleh: Timboel Siregar
HUBUNGAN industrial yang harmonis dan berkeadilan merupakan syarat penting menciptakan iklim investasi yang baik, sehingga bisa mendorong hadirnya investor untuk membuka lapangan pekerjaan.
Peran Pengawas Ketenagakerjaan yang berkualitas menjadi syarat penting hadirnya Hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan tersebut. Oleh karenanya perbaikan kualitas kerja pengawas ketenagakerjaan menjadi hal sangat penting untuk dilakukan.
Pernyataan Ibu Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker & K3) yang mengingatkan para Pengawas Ketenagakerjaan harus mampu mengubah diri ke arah cara-cara yang lebih terukur, professional, dan terpercaya, merupakan sebuah ajakan yang sangat baik mengingat selama ini peran pengawas ketenagakerjaan masih lemah.
Ajakan Ibu Dirjen ini merupakan potret kerja pengawas ketenagakerjaan yang selama ini bekerja tidak didasari pada hal-hal terukur secara obyektif, tidak professional dan tidak dipercaya, seperti tidak adanya ukuran waktu kerja memproses sebuah laporan, dari proses menerima laporan hingga selesai melakukan pemeriksaan dan laporan. Para pelapor yaitu pekerja dan SP/SB hanya mengikuti ritme kerja pengawas ketenagakerjaan.
Proses kerjanya pun tidak membangun komunikasi dengan sumber informasi seperti SP/SB dan pekerja, dan proses kerjanya sangat tertutup. Nota pemeriksaan tidak bisa diakses pekerja dan SP/SB sebagai pelapor. Jadi terkesan tidak professional.
Dampak kerja-kerja yang tidak professional dan terukur tersebut akhirnya kurangnya kepercayaan pekerja dan SP/SB kepada pengawas ketenagakerjaan.
Dibutuhkan perbaikan signifikan atas kerja-kerja pengawas ketenagakerjaan tersebut, yaitu harus dibangun system kerja yang terukur seperti berapa lama waktu untuk menyelesaikan laporan yang disampaikan pekerja atau SP/SB, berapa lama waktu untuk membuat nota pemeriksaan dan memfollow up ke penegak hukum, dsb.
Harus dibangun system pelaporan yang inklusif yaitu mekanisme pelaporan yang mudah, dan proses pengawasan dan penegakkan hukum yang bisa diakses oleh pekerja dan SP/SB sebagai pelapor. Jadi pelapor bisa tahu sampai dimana tindaklanjut pelaporannya tersebut. Ada system dan mekanisme complain yang bisa dilakukan oleh pelapor bila pengawas ketenagakerjaan tidak menjalankan tugasnya.
Saya mendesak Pemerintah membuat Komite Pengawasan Ketenagakerjaan di tingkat Pemerintah Pusat dan Propinsi yang independent, yang berisi tripartite yaitu unsur Pemerintah, SP/SB dan Pengusaha. Komite ini diberi kewenangan untuk memberikan sanksi langsung kepada pengawas ketenagakerjaan yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, dan keputusan komite pengawas ini bersigat final.
Tentunya jumlah pengawas ketenagakerjaanjuga harus ditambah, mengingat paska diserahkannya pengawas ketenagakerjaan ke Propinsi ada penurunan jumlah pengawas ketenagakerjaan. Saya berharap ada penambahan jumlah pengawas ketenagakerjaan, dan bisa direkrut menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak).
Saya berharap Ibu Dirjen Binwasnaker & K3 dapat memfollow up pernyataannya dengan tindaklanjut yang nyata, dan ajak para pemangku kepentingan seperti SP/SBĀ memberikan masukan untuk mendesign system dan membuat mekanisme agar Pengawas Ketenagakerjaan mampu bekerja secara terukur, professional, dan terpercaya. [Penulis adalah Pengamat Ketenagerkaan]
Leave a Reply