JAKARTA, SP – Sebanyak 44 Perusahaan Penyalur Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di Sumatera Utara (Utara) mempertanyakan keseriusan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk menempatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri, terutama ke Malaysia.
Pasalnya, kebijakan Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) Nusa Tenggara Barat (NTB) BP2MI NTB dinilai menghambat pembangunan ekonomi bangsa dan negara Indonesia dengan membatalkan pemberankatan 174 PMI asal NTB ke Malaysia Selasa (31/5/2022).
“Kami di Sumut jadi resah semua ini. Sebab, di Sumut ada 3.000 PMI pekerja formal untuk bekerja di perusahaan-perusahaan Malaysia yang siap diberangkatkan ke Negeri Jiran itu,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Sumut, Dr.Asa Binsar Siregar, SE.Msi, kepada pers, Kamis (2/6/2022).
Binsar mengatakan, keresahan seluruh P3MI di Sumut diperkuat dengan kasus 24 dari 33 PMI yang berangkat ke Malaysia beberapa pekan lalu sempat ditahan di kantor Imigrasi Malaysia karena Online Medical mereka belum bisa diakses.
“Ke-24 PMI itu untungnya bisa dikuluarkan perusahaan Malaysia setelah pihak P3MI melobi pihak perusahaan dan Duta besar RI di malaysia. Kami kecewa juga kinerja pemerintah khusus BP2MI yang terkesan tidak mendukung penuh penempatan PMI ke Malaysia,” kata dia.
Padahal, kata Binsar, setiap tahun sebanyak 17 triuliun remintance masuk ke Sumut dari kerja PMI di luar negeri. “Sungguh membantu ekonomi PMI dan negara. Mohon pemerintah perlancarlah,” kata Binsar.
Sebagaimana diberitakan, Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) BP2MI NTB dinilai menghambat pembangunan ekonomi bangsa dan negara Indonesia.
Pasalnya, 174 PMI asal NTB batal diberangkatkan ke Malaysia Selasa (31/5/2022) karena tidak diizinkan oleh pihak UPTD BP2MI NTB. “Alasan tidak diizinkan berangkat karena belum dilaksanakan Persiapan Pemberangkatan Akhir (PAP). Padahal yang melaksanakan PAP dia sendiri,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), NTB, Muhamadon, kepada pers Selasa (31/5/2022).
Tindakan pihak UPTD NTB yang tidak memberangkatkan PMI ini bisa dihukum sebagaimana diatur dalam UU 18/2017 Pasal 84 ayat (2) yang berbunyi,”Setiap pejabat yang dengan sengaja menahan pemberangkatan PMI yang telah memenuhi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Muhamadon mengatakan, akibat tidak diberangkatkannya 174 PMI itu maka empat perusahaan di Indonesia yang menfasilitasi 174 itu dan satu perusahaan BUMN di Malaysia yang memesan rugi.
“Pesawat carter dari Malaysia sudah tiba di Mataram, NTB, namun karena tidak diizinkan berangkat maka pesawatnya kembali dengan kosong. Jelas perusahaan perusahaan BUMN Malaysia rugi dan 4 perusahaan (perseroan terbatas) yakni perusahaan pengerah PMI (P3MI) yang sudah memenuhi syarat rugi juga,” kata dia. Untuk itu, Presiden segera tegur Kepala BP2MI, Benny Ramdhani.
Selain lima perusahaan itu rugi, ke-174 PMI dan keluarga mereka juga rugi. Mereka sudah mengeluarkan uang untuk urus persiapan ke Malaysia, dan berharap bulan depan mereka sudah mendapat gaji untuk keluarga mereka, namun harapan itu tidak tercapai karena mereka dibatalkan berangkat bekerja di Malaysia. “174 PMI itu merupakan PMI formal, bukan pekerja sector rumah tangga,” kata dia. [DR]
Leave a Reply