P2G: PTM 100% Layak Dipertimbangkan Secara Nasional

Pembelajaran tatap muka secara terbatas saat pandemi.

JAKARTA, SP – Merespons perkembangan kasus sebaran Covid-19 terbaru, ada tren penurunan kasus termasuk positivity rate (PR) yang kini sudah menyentuh sekitar 7-8%.

Jika konsisten penurunan kasus dan PR menyentuh 5%, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) berharap pemerintah layak mempertimbangkan segera memulai PTM 100% secara bertahap.

“Mengamati kondisi terbaru, P2G mendorong pemerintah pertimbangkan memulai sekolah PTM 100% bertahap, tentu berdasarkan kajian epidemiologis dan data mutakhir,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim di Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Selain itu, kata dia, pertama, P2G meminta pemerintah pusat dan Pemda memperhitungkan, memetakan perkembangan kasus Covid setidaknya dua minggu ke depan, sampai awal April. Termasuk mengamati tren kasus Covid-19 secara global, sebab cukup mencemaskan juga varian Delta-Omicron dan kasus ledakan kasus terbaru di Cina. Karena saling terkoneksi, misalnya dengan tingkat perjalanan wisata dari mancanegara ke Indonesia yang sudah dipermudah aturannya.

Terpenting juga adalah jika (PR) sudah menyentuh angka 5%, maka P2G mendukung sekolah dibuka PTM 100%. Angka PR 5% jelas berdasarkan rekomendasi WHO selama ini. Minggu terakhir, PR secara nasional sudah menyentuh 7-8%, tentu fakta tersebut menjadi perkembangan yang baik.

Selain memperhatikan angka PR, pemerintah hendaknya juga memperhatikan tingkat perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit hendaknya berada di bawah 5%, termasuk angka fatality rate.

“Poin P2G, dasar memulai PTM 100% harus tetap mengacu pada data dan kajian epidemiologis mutakhir. Prinsip kehati-hatian,” lanjut Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.

Baginya, kriteria berikutnya sekolah dapat PTM 100% adalah jika daerah sudah masuk PPKM level 1, sedangkan PPKM Level 2 sebaiknya tetap PTM terbatas 50%.

Kedua, P2G mengakui semangat dan dorongan dari orang tua termasuk siswa dan guru untuk segera mulai PTM 100% makin kencang.

Sejak tahun ajaran 2021/2022, kebijakan PTM kan sering gonta-ganti: Mulai PJJ 100%, lalu PTM 50%, bahkan PTM 25%.

“Gonta-ganti skema pembelajaran kami lihat sangat berdampak terhadap psikologis siswa termasuk motivasi belajar siswa. Sementara itu, kita harus akui ancaman learning loss sudah kita rasakan selama pandemi,” lanjut Satriwan.

Guru di Jakarta ini menguraikan, bahwa anak-anak SD kelas rendah yang paling terdampak dari learning loss. Misal terkait keterampilan dasar membaca dan menghitung mereka yang makin tertinggal.

Ketiga, P2G meminta agar sekolah, guru, orang tua, dan siswa tetap konsisten membiasakan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ketika masuk 100% dimulai nanti. Gerakan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) adalah kebiasaan yang wajib ditaati dalam PTM 100% nanti. Jangan sampai berpikir bahwa Covid-19 sudah normal, kita sudah sehat, sehingga tak lagi patuh terhadap Gerakan 3M.

Satriwan menambahkan, perlu disadari betul, 3M dijadikan AKB, ini kunci PTM yang sehat dan aman. Jika tidak, sekolah akan terus PJJ, orang tua dan guru pasti ga mau.

Keempat, aspek yang juga urgen, ketika PTM 100% dimulai yaitu mendesaknya membangun ikatan (bonding) antara siswa dengan guru (warga sekolah) dan siswa dengan siswa. Evaluasi P2G selama 2 tahun PJJ, sekolah dan guru menghadapi kendala yang cukup besar, kaitannya dengan membangun ikatan emosional dengan siswa.
Apalagi siswa baru kls 1-2 SD lalu 7-8 SMP, dan 10-11 SMA, mereka belum terlalu mengenal lingkungan belajar sekolah, sebab selama ini lingkungan belajarnya adalah rumah dan komputer (ruang maya) bukan ruang nyata.

“Ikatan emosional guru-siswa, siswa-siswa tidak terbangun selama ini, bahkan masih ada siswa dan guru atau siswa dengan siswa yang belum kenal satu sama lain, kan ironis,” cetus guru SMA ini.

Dia melanjutkan, para siswa cenderung individualis dan tertutup, akibat sudah terbiasa sekolah digital minus interaksi sosial langsung. Solidaritas kelompok belum terbangun, dan peer group belum terbentuk. Kegiatan sekolah yang mengakrabkan sesama siswa terhenti 2 tahun. Padahal ini penting dalam konteks relasi pedagogik dalam proses pembelajaran.
Kelima, evaluasi P2G terkait PTM 100% sejak Januari lalu, masih banyak terjadi pelanggaran SKB 4 Menteri khususnya Disiplin Prokes di sekolah. “Hampir terjadi di semua daerah,” ungkap Iman.

Iman melanjutkan, bentuk pelanggaran paling umum terjadi yaitu siswa dan guru tidak memakai masker di sekolah; tidak jaga jarak 1 meter di kelas; sekolah ber AC kelasnya tidak dibuka ventilasinya. “Kantin sudah beroperasi, padahal dilarang oleh SKB; Tidak periksa suhu dan tidak foto “barcode pedulilindungi” sebelum masuk sekolah; Tidak pakai masker sepulang sekolah; Siswa nongkrong sepulang sekolah melanggar 3M,” kata dia.

Laporan di atas berasal dari jaringan guru P2G: Aceh, Batam (Kepri); Medan (Sumut); Tanah Datar, Padang Panjang, Agam (Sumbar); Pandeglang, Cilegon (Banten); Jakarta; Bogor, Garut, Depok, Bekasi, Tasikmalaya (Jabar), Situbondo, Blitar (Jatim), Bima (NTB), Ende (NTT), Berau, PPU (Kaltim), dsb.

Menurut guru SMA ini, implementasi SKB 4 Menteri hanya macan kertas selama ini, akibat minimnya pengawasan dari aparat di daerah khususnya, seperti Satpol PP, Satgas Covid-19, Dinas Pendidikan dan kurangnya teladan disiplin Prokes dari masyarakat.

Pelanggaran prokes marak terjadi karena mindset masyarakat sekarang bahwa kondisi sudah mulai normal, Covid-19 sudah menjadi endemi seperti flu biasa. [EH]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*