
JAKARTA, SP – Sebagian besar daerah di Indonesia menghadapi persoalan sampah yang belum dikelola (diolah) dengan baik. Masyarakat perlu membantu pemerintah dengan melakukan pemilahan sampah dari rumah.
Christian Pasaribu selaku Sekjen I Perkumpulan Tenaga Ahli Lingkungan Hidup Indonesia (Pertalindo) Periode 2020-2025 mengatakan setiap rumah tangga di Indonesia pasti menghasilkan sampah. Untuk itu, masyarakat diajak ikut memberikan solusi sampah dengan melakukan pemilahan.
“Pemilahan akan memudahkan penanganan sampah. Kita ajak seluruh masyarakat harus mendukung dan bersama-bersama dengan pemerintah dalam mengatasi persoalan ini,” ujarnya, Jumat (15/8/2025).
Christian menegaskan kontribusi seluruh lapisan masyarakat memudahkan pengelolaan sampah sehingga tidak sekadar dipindahkan dan menimbulkan masalah baru.
Persoalan sampah ini menjadi pembahasan khusus dalam seminar yang bersamaan dengan Musyawarah Nasional (Munas) III di Jakarta. Seminar menghadirkan narasumber Bupati Banyumas-Jawa Tengah Sadewo Tri Lastiono, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Ir Akhmad Zainal Abidin, PhD., dan Plt Direktur Penanganan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup Dra Melda Mardalina MSc.
Dalam penjelasannya, Melda Mardalina juga mengakui masih banyak masyarakat yang tidak melakukan pemilahan sampah. Kondisi ini diperparah lagi dengan pelayanan pengumpulan sampah yang minim dan kapasitas pengolahan yang belum memadai. Ditambah lagi, sebagian besar tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia masih sistem open dumping yang bisa menimbulkan kebakaran dan kelongsoran.
Untuk itu, kata dia, pemerintah berkomitmen penuh mengatasi sampah sebagaimana diuraikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Dalam RPJMN itu sudah disebutkan 100% sampah terkelola pada tahun 2029 melalui fasilitas pengolahan sampah dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan.
Di antaranya bank sampah dan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah 3R, yakni reduce/mengurangi, reuse/menggunakan kembali, dan recycle (mendaur ulang). Kemudian rumah kompos, maggot BSF, material recovery facility (MRF), tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST), atau fasilitas waste-to-energy.
“Jadi yang dibawa ke TPA hanya residu. Selama ini sampah hanya berpindah tempat tetapi belum diolah secara optimal,” katanya.
Sementara itu, Sadewo Tri Lastiono menjelaskan proses panjang pengelolaan sampah di Banyumas pada bagian hulu, tengah dan hilir. Hal itu dimulai dari regulasi pengelolaan sampah, kondisi darurat sampah, pengelolaan dari sumber hingga pemrosesan akhir.
“Salah satu kuncinya adalah mendorong keterlibatan masyarakat dan perlunya pemilahan sejak awal. Kemudian mengupayakan berbagai cara agar sampah mempunyai nilai ekonomis sehingga ada keuntungan ekonomi,” ujarnya.
Seperti diketahui, Banyumas merupakan salah satu daerah dengan pengelolaan sampah yang cukup baik. Sadewo mengakui perlunya peran pemimpin daerah yang ditopang dengan regulasi. Di sisi lain, tidak sedikit tantangan dan penolakan hingga aksi protes dari masyarakat yang belum paham substansi persoalan.[PR/SP]
Leave a Reply