JAKARTA, SP – Kepesertaan pekerja di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek) relatif masih rendah. Tercatat di Agustus 2022 jumlah pekerja formal sebanyak 55,06 juta orang dan pekerja informal sebanyak 80,24 juta orang.
Demikian dikatakan Komite INSPIR Indonesia Yatini Sulistyowati, Savitri Wisnuwardani dan Mike Verawati dalam catatan akhir tahun 2022, Jumat (30/12/2022).
Dikatakan, per akhir Oktober 2022, jumlah pekerja penerima upah (pekerja formal) yang menjadi peserta aktif Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebanyak 22,323,720 orang, jaminan hari tua (JHT) sebanyak 16,4 juta orang, jaminan pension (JP) sebanyak 13,3 juta, dan peserta JKP sebanyak 12,2 juta. Sementara itu pekerja bukan penerima upah (informal) yang menjadi peserta di BPJamsostek sebanyak 4.955.345 orang, pekerja jasa konstruksi 8,915,873 orang dan pekerja migran Indonesia 281.698 orang.
Kehadiran Inpres Nomor 2 tahun 2021 tentang optimalisasi kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan pun belum signifikan mendukung peningkatan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan di tahun 2022 ini.
Lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum menyebabkan masih banyaknya perusahaan yang enggan mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Lalu dari sisi regulasi, masih banyak pekerja yang dimarginalkan dari program jaminan pensiun yaitu pekerja sektor mikro, Pekerja Migran Indonesia, Bukan Penerima Upah (pekerja (nformal) dan pekerja jasa konstruksi, yang tidak boleh menjadi peserta Jaminan pensiun.
Sampai saat ini Pemerintah belum membuka akses pekerja informal miskin mendapatkan program JKK, JKm dan JHT yang didaftarkan dan iurannya dibayarkan Pemerintah. Hal ini berbeda sekali dengan pekerja formal swasta yang mendapatkan Bantuan Subsidi Upah serta diikutkan dalam program JKP sehingga pekerja formal swasta paripurna mendapatkan jaminan sosial. Demikian juga pekerja disabilitas masih banyak yang belum terlindungi di BPJamsostek.
Untuk memberikan perlakuan sama dan perlindungan bagi pekerja informal miskin termasuk pekerja disabilitas maka seharusnya Pemerintah di 2023 menjamin pekerja informal miskin dan pekerja disabilitas di program JKK, JKM dan JHT.
Demikian juga kepesertaan program JKK dan JKm bagi pekerja ojek online (Ojol) hingga saat ini masih rendah. Per 9 Nopember 2022, pekerja ojol mitra Gojek yang sudah menjadi peserta JKK dan JKm sebanyak 160.731 orang dan pekerja ojol mitra Grab sebanyak 10.467 orang. Tentunya jumlah kepesertaan pekerja ojol tersebut relatif masih rendah sekitar 13,69% dibandingkan dengan jumlah pekerja ojol di wilayah Jabodetabek yang mencapai 1,25 juta orang, atau di seluruh Indonesia bisa mencapai 2,5 juta.
Mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021, Kementerian Perhubungan diinstruksikan untuk mendorong setiap pemberi kerja dan pekerja pada sektor perhubungan laut, darat dan udara termasuk transportasi dalam jaringan (online) menjadi peserta aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Instruksi ini pun diperkuat oleh Pasal 31 ayat (3) Permenaker Nomor 5 tahun 2021 yang mewajikan pekerja dengan perjanjian kemitraan seperti pekerja ojol ini diikutkan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Dan mengacu pada Pasal 34 Permenaker Nomor 5 Tahun 2021 ini kepesertaan pekerja ojol ini harus dipastikan oleh pihak penyedia layanan melalui kemitraan, yaitu manajemen aplikator.
Pekerja ojol termasuk bagian dari pekerja bukan penerima upah karena kontrak kerja mereka sebagai perjanjian kemitraan yang tidak mengacu pada hubungan kerja. Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2013 sudah mewajibkan seluruh pekerja bukan penerima upah menjadi peserta program JKK dan JKm paling lambat 1 Juli 2015, termasuk pekerja ojol yang diwajibkan.
Seharusnya Kementerian Perhubungan dan Kemneterian Ketenagakerjaan mewajibkan perusahaan aplikator mendaftrakan pekerja ojol ke BPJAMSOSTEK sesuai amanat Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34 Permenaker Nomor 5 tahun 2021. Selama ini kedua kementerian ini lalai menjalankan perintah regulasi.
Terkait manfaat, untuk mendukung kesejahteraan pekerja khususnya untuk mendukung kebutuhan pokok yaitu pangan dan transportasi maka seharusnya pemerintah menerapkan Manfaat layanan tambahan (MLT) pangan dan transportasi dari program JHT. Selama ini baru ada MLT perumahan bagi peserta JHT.
Total dana pekerja yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan per akhir November 2022 mencapai Rp 624,7 triliun atau tumbuh sebesar 15,5 persen (year–on–year) dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Hasil investasi per akhir November 2022 telah mencapai Rp 36,6 triliun atau setara dengan yield on investment sebesar 6,8 persen per tahun, atau tumbuh 13,4 persen yoy dari periode yang sama tahun lalu.
Dengan capaian yang baik ini seharusnya Pemerintah mendukung kesejahteraan pekerja formal maupun informal, Pekerja migran dan jasa konstruksi dari hasil investasi dengan meningkatkan MLT pangan dan transportasi juga, sesuai dengan amanat kesembilan prinsip kesembilan.
INSPIR Indonesia mendesak Pemerintah untuk membenahi segala persoalan perlindungan sosial di Indonesia baik bantuan sosial dan jaminan sosial. Pembenahan data di bantuan sosial, peningkatan kepesertaan dan peningkatan manfaat di jaminan sosial menjadi harapan bagi rakyat Indonesia.
INSP!R INDONESIA adalah Yayasan Perlindungan Sosial Indonesia yang didirikan karena keprihatinan masyarakat atas pendemi Covid -19 yang melanda dunia, Yayasan ini terdiri dari oragnisasi masa yang terdapajk seperti: KSBSI.
Koalisi Perempuan Indonesia, Jaringan Buruh Migran, BPJS watch, TURC, SEBUMI, PJS, HWDI. LIPS, gajimu.com, JAPBUSI, Garteks, REKAN Indonesia dan Flower Aceh, Bersatu bersama untuk berpartisipasi mengendalikan dampak yang melanda dunia dan memporak porandakan ekonomi masyarakat dan tatanan kehidupan.
Perlindungan sosial merupakan instrument negara untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia tidak jatuh pada kemiskinan. Sistem perlindungan sosial Indonesia diarahkan untuk membantu mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. [EH]
Leave a Reply