Oleh: Timboel Siregar
SAMPAI saat ini pekerja miskin belum didaftarkan pemerintah di program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek). Padahal Pasal 28H UUD 1945 mengamanatkan jaminan sosial adalah hak seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 14 dan Pasal 17 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pun mengamanatkan hal yang sama dengan kewajiban pemerintah mendaftarkan masyarakat miskin pada program jaminan sosial dengan membayarkan iurannya.
Kehadiran program Jaminan sosial bagi masyarakat miskin dengan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) baru ada untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai 01 Januari 2014, tapi hingga saat ini belum diimplementasikan di program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm) di BPJamsostek. Sudah hampir 10 tahun jedanya.
Padahal sudah banyak persoalan yang dialami pekerja miskin yang mengalami kecelakaan kerja untuk mendapatkan penjaminan, sehingga bisa mendapatkan manfaat JKK – JKm.
Ada beberapa kasus kecelakaan kerja yang dialami pekerja miskin harus “dipimpong” ke BPJamsostek karena dianggap BPJamsosteklah yang bertanggung jawab. Bagaimana bisa dijamin menjadi peserta saja tidak.
Oleh karenanya, menjadi hal urgen bagi pemerintah untuk segera mendaftarkan pekerja miskin dalam program JKK JKm di BPJamsostek. Manfaat yang diperoleh tidak hanya mendapatkan penjaminan kuratif tetapi juga santunan, pelatihan, bantuan, hingga beasiswa, dsb.
Kembali, sampai saat ini pemerintah belum mengimplementasikan JKK, JKM bagi pekerja miskin, tanpa pernah menjelaskan apa yang menjadi masalahnya. Kalau masalah data, kan ada DTKS yang dimiliki Kementerian Sosial sebagai data masyarakat miskin termasuk data pekerja miskin. Kalau masalah dana, saya kira biayanya tidak terlalu mahal. Biaya iuran JKK hanya Rp 10.000 per orang per bulan, iuran JKm hanya Rp 6.800 per orang per bulan. Untuk 5 juta pekerja miskin hanya butuh biaya iuran kedua program sekitar Rp 1 triliun.
Bila masalah dana, sebuah hal yang ironis ketika di satu sisi pekerja miskin tidak juga didaftarkan di JKK JKm namun di sisi lain terjadi inefisiensi iuran JKM bagi ASN di PT. Taspen. Ini sudah diingatkan oleh KPK sejak 2017 sejak lahirnya PP No. 66 tahun 2017 yang menaikkan iuran JKM ASN menjadi 0,72 persen di PT. Taspen (sebelumnya iuran JKM 0,3 persen).
Ada kelebihan bayar 0,42 persen (0,72 persen – 0,3 persen). Kalau saja Pemerintah mau patuh pada UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS, kalau saja Pemerintah mau adil terhadap orang miskin dalam hal Jamsos, kalau saja Pemerintah mau lebih serius menurunkan kemiskinan ekstrem, kalau saja pemerintah punya kepedulian thd orang miskin maka kelebihan 0.42 persen x 6 juta ASN x 12 bulan x Rp 3.5 juta (gaji ASN) = Rp 1,058 Triliun BISA digunakan untuk menjamin JKK JKM utk pekerja miskin (PBI) sebanyak 5 juta tiap tahun sejak 2017.
Bila pekerja miskin sudah terdaftar di JKK JKM sejak 2017 dengan menggunakan uang kelebihan bayar iuran JKM ASN di Taspen, ketika mereka kecelakaan kerja mereka disembuhkan tanpa ada pembatasan biaya.
Ketika mereka masih proses pemulihan, mereka diberikan santunan tidak mampu bekerja Rp 1 juta setiap bulan sehingga mereka tetap bisa menyambung hidup.
Ketika mereka kecelakaan kerja dan mengalami cacat, ada santunan dan dapat return to work.
Ketika mereka pun harus menghadap Ilahi, ahli waris dapat santunan dan maksimal 2 anaknya dapat beasiswa hingga perguruan tinggi. Anak2 mereka bisa jadi sarjana. Program JKK JKm akan memutus rantai kemiskinan.
Sampai saat ini Pemerintah belum juga mengimplementasikan JKK JKM PBI, sementara JKM ASN dibayar lebih, PPU swasta dikasih JKP dan BSU.
Memang sungguh ironis. Menanti Presiden baru utk menyadari hal ini. Semoga sadar sebelum turun. [Penulis adalah Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia/Opsi].
Leave a Reply