JAKARTA, SP – Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad menyoroti soal adanya aspirasi dari masyarakat untuk melegalkan ganja untuk keperluan medis. Diketahui, narasi itu menguat kembali setelah adanya seorang ibu yang melakukan kampanye legaliasi ganja medis untuk kesembuhan anaknya.
Menurut Suparji, legalisasi ganja untuk medis memang dimungkinkan apabila memang berbasis data dan fakta. Hal itu harus dibuktikan secara ilmiah, apakah benar ganja berakibat langsung pada pengobatan penyakit tertentu.
“Legalisasi ganja untuk kepentingan medis sangat memungkinkan, jika memang ganja dapat menjadi obat penyakit tertentu. Secara kausalitas ini harus jelas dan dibuktikan secara empirik dan ilmiah oleh ahlinya,” kata Suparji dalam keterangan persnya.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia ini, jangan sampai digeneralisir semua penyakit kemudian harus menggunakan ganja sebagai obat. Maka, sebab-akibat dari ganja dan penyakit itulah perlu ditekankan.
Di sisi lain ia menyebut bisa saja undang-undang Narkotika yang saat ini berlaku bisa saja diubah dan dilonggarkan khusus untuk ganja. Mengingat ganja adalah narkotika golongan 1. “Dalam pasal 8 ayat 1 UU Narkotika ditekankan jika narkotika golongan 1 tidak boleh digunakan sebagai keperluan kesehatan. Maka bisa saja untuk ganja diberi kelonggaran,” terangnya.
“Misalnya penggunaan ganja diperbolehkan untuk penyakit A, B, atau C. Dan ditekankan hanya penyakit itu saja, tak bisa penyakit lain,” sambungnya.
Artinya, regulasinya harus diatur dengan ketat. Suparji berharap jangan sampai legalisasi ganja medis ini malah menjadi pintu masuk untuk merebaknya ganja yang digunakan untuk bersenang-senang. “Nanti juga harus diawasi secara ketat dari tingkatan produksi sampai distribusi. Kita tidak ingin ganja medis malah disalahgunakan untuk bersenang-senang,” pungkasnya. [EH]
Leave a Reply