Intimidasi Kenaikan Harga BBM Gas, PKS: Bukti Pemerintah Lindungi Oligarki

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto.

JAKARTA, SP – Menyikapi pernyataan Menko Marvest, Luhut Binsar Panjaitan, yang akan menaikan harga BBM dan gas, anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto minta pemerintah adil dan transparan.

Ia minta pemerintah jangan sembrono mengumbar pernyataan yang dapat membuat panik masyarakat. Pasalnya saat ini masyarakat masih kaget dengan kenaikan harga BBM jenis Pertamax dan kelangkaan solar.

Sehingga kalau pemerintah terus bicara soal rencana kenaikan BBM jenis Pertalite dan LPG 3 kg (gas melon) akan menambah kepanikan masyarakat menghadapi beban hidup yang makin berat.

“Jangan pemerintah lebih melindungi kepentingan oligarki dan memanja mereka dengan berbagai fasilitas dan kemudahan usaha. Sementara beban kenaikan harga barang-barang pokok ditimpakan kepada masyarakat. Ini kan tidak adil Yang kaya tambah kaya, yang miskin akan tambah miskin. Kami minta Pemerintah bersikap adil dalam pengelolaan beban ekonomi di masa sulit sekarang ini. Negara harus hadir dalam mengatur beban ekonomi yang timbul akibat Perang Rusia-Ukraina. Jangan tekanan ekonomi dunia tersebut langsung dilepas dan ditimpakan kepada masyarakat,” tegas Mulyanto.

Politisi PKS ini menyebut harusnya pemerintah, BUMN, termasuk dunia usaha, yang pertama-tama menanggung beban tersebut. Jangan masyarakat yang masih belum pulih dari pandemi Covid-19 ini yang dipaksa memikul beban dampak tsunami harga migas dunia ini.

Di samping itu, Mulyanto minta Pemerintah terbuka terkait penerimaan ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral. Pasalnya, naiknya harga migas dunia, diiringi juga dengan lonjakan harga CPO, batubara, tembaga, nikel, dll.

Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas energi dan sumber daya mineral menikmati durian runtuh dengan melambungnya harga-harga komoditas ini. Di samping kita merogoh saku lebih dalam untuk membayar defisit transaksi berjalan dari impor migas, namun di sisi lain, saku kita juga bertambah gemuk dari penerimaan ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral. Ini kan soal “kantong kiri dan kantong kanan”.

“Hitungan kasar saya, penerimaan negara dari ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral lebih besar ketimbang besarnya defisit transaksi impor migas. Kelebihan ini kan dapat digunakan untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga dalam negeri,” jelasnya.

Mulyanto juga mendesak Pemerintah, BUMN dan dunia usaha agar sharing the pain (kesetiakawanan sosial-ekonomi) dengan meningkatkan pajak ekspor/royalti dari komoditas CPO, batubara, tembaga, nikel, dll secara progresif sesuai dengan kenaikan harga dunia.

Jangan pemerintah lebih melindungi kepentingan oligarki dan memanja mereka dengan berbagai fasilitas dan kemudahan usaha, dan tidak menarik pajak/royalti secara optimal dari mereka. Apalagi pada saat harga komoditas tersebut sedang tinggi-tingginya.

Menurut Mulyanto, Pemerintah jangan hanya mengintimidasi masyarakat dengan serangkaian rencana kenaikan harga energi pokok masyarakat seperti BBM jenis Pertalite, gas LPG 3 kg, juga listrik PLN, namun tidak terbuka atas durian runtuh penerimaan negara atas ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral tersebut. Karena penerimaan pajak/royalti ini sangat berguna untuk mengurangi beban masyarakat atas kenaikan harga-harga.

Bila itu yang terjadi, maka negara tidak hadir untuk melindungi masyarakat, sesuai amanat pembukaan UUD NRI tahun 1945, yakni negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. [EH]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*