Jakarta, SP – Mafia hukum ternyata masih marak, khususnya di wilayah DKI Jakarta, yang melibatkan aparat penegak hukum. Peradilan sesat pun terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Korban akhirnya melaporkan jaksa penuntut umum (JPU) karena terjadi kriminalisasi dan diskriminalisasi hukum.
Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia menegaskan mafia hukum dan peradilan sesat menyebabkan kriminalisasi atas korban yang mencari keadilan. Dalam kasus tanah, justru para mafia tidak terjerat hukum tetapi pemilik sah malah dikriminalisasi.
Gabriel Goa selaku Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia di Jakarta, Sabtu (19/3/2022), menegaskan pihaknya mendapat pengaduan dari korban peradilan sesat, Devid dan Effendi. Atas nama korban, Padma sudah melaporkan ke berbagai pihak, seperti Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Agung. Korban juga akan melapor ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Komisi III DPR RI.
Dikatakan, pihaknya sudah melaporkan secara resmi Jaksa Penuntut Umum Ike Rosmawaty, SH, dari Kejaksaaan Negeri Jakarta Pusat terkait kriminalisasi hukum dan diskriminasi hak asasi manusia (HAM).
“Selain itu, karena mengabaikan penerapan keadilan restoratif sebagaimana Pasal 14 Peraturan Kejaksaan Agung RI No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif,’ tegas Gabriel.
Untuk diketahui, kuasa hukum Devid dan Effendy yakni Dr JB Gregorius, SH, MA telah mengajukan permohonan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tetapi diabaikan. “Ada yang tidak beres dan ini sangat merugikan para pencari keadilan. Tidak bisa dipungkiri ada peradilan sesat dan menguatkan dugaan mafia hukum,” kata Gregorius.
Devid dan Effendy adalah tersangka sebagaimana dimaksud laporan Polisi No. 269/K/III/2021/Restro JP, tanggal 03 maret 2021, yang dibuat Fransiskus Tadon Kerans/Amsi (pelapor/korban), dengan sangkaan melanggar Pasal 335 KUHP jo pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, pelapor telah mencapai kesepakatan saat perkara dalam penyidikan dan mengajukan pencabutan perkara kepada Kepolisian Metro Jakarta Pusat. Kemudian, pada 13 Juli 2021 berdasarkan Putusan No. 364/Pid.B/2021/PN Jkt.Pst Majelis Hakim PN Jakarta Pusat dengan Hakim Ketua Wadji Pramono SH, MA bersama Hakim Anggota Purwanto SH, MA dan Saptono Setiawan SH, MA telah menyatakan bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perk: 116/JKTPS/05/21 tanggal 21 Mei 2021 batal demi hukum dan membebaskan para korban.
Ironisnya, dakwaan tersebut tidak sesuai tudingan dari Polres Jakarta Pusat bahwa mereka adalah mafia tanah. Kemudian, terjadi lagi peradilan sesat di PT DKI Jakarta dalam amar putusan 22 Pebruari 2022 oleh Majelis Hakim yakni Tjokorda Rai Suamba,SH,MH (Ketua Majelis), lalu Binsar Pamopo Pakpahan,SH,MH dan Gunawan Gusmo,SH,M.Hum sebagai Hakim Anggota.
Berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 13 Januari 2022 Nomor 13/Pid/2022/PT DKI memutuskan perkara berbeda pasal pidananya yakni dari pasal pidana 335 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana perbuatan tidak menyenangkan menjadi pasal 114 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Peradilan sesat sepertinya sudah diatur dari tingkat PN hingga PT DKI Jakarta. Miris dan sangat menyedihkan PT DKI yang seharusnya mengungkap kebenaran dan keadilan justru melakukan kesalahan fatal. Inilah namanya mafia hukum dan kriminalisasi,” kata Gabriel. [SP/PR]
Leave a Reply