
LEBAK, SP– Festival Seni Multatuli (FSM) 2025 sudah digelar pada 19–21 September 2025 di Alun-alun Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Sejumlah agenda yang digelar untuk meramaiakan kegiatan tersebut.
Dalam keterangan yang diterima, dijelaskan bahwa festival bertemakan “Orang-Orang Baru dari Banten” ini merupakan sebuah ruang kolaborasi lintas generasi untuk merawat ingatan sejarah dan membuka gagasan baru bagi anak muda.
Saat memberi sambutan pada acara tersebut, Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Banten I, Bonnie Triyana, menegaskan komitmen memajukan kebudayaan di tanah kelahirannya Lebak dan Pandeglang.
Bonnie kembali mencoba mengingatkan tentang lahirnya Museum Multatuli pada tahun 2018. Museum ini hadir sebagai respons terhadap kebutuhan ruang untuk menarasikan sejarah Lebak secara kreatif, bukan sekadar pembangunan yang ekstraktif.
“Ketika museum didirikan, saya dan Ibu Iti Octavia Jayabaya serta kawan-kawan sadar butuh magnet agar masyarakat ikut berpartisipasi. Dari situlah lahir Festival Seni Multatuli,” katanya.
Tentu bukan untuk mengultuskan Multatuli, melainkan mengangkat semangatnya yakni semangat pembebasan, antipenindasan, dan perjuangan rakyat kecil. Keberadaan museum itu pun menarik perhatian masyarakat. Terbukti dengan banyaknya kegiatan kesenian yang digelar sejak museum berdiri, seperti Opera Sa’ijah dan Adinda garapan Ananda Sukarlan pada 2018, hingga penampilan Once Mekel yang tahun ini berkolaborasi dengan paduan suara pelajar Rangkasbitung.
Kini, FSM digelar di Museum Multatuli sebagai bentuk upaya memberikan ruang kesenian kepada publik.
“Festival Seni Multatuli adalah ajang pertemuan seniman dan kolaborasi yang terjadi di sini bukan hanya memperkuat kebudayaan lokal, tapi juga memberi ruang agar karya dari Lebak bisa menembus panggung nasional, bahkan dunia,” tambahnya.
Pemerintah juga mendukung kegiatan ini dengan adanya kolaborasi antara FSM dan program Semarak Budaya Kementerian Kebudayaan.
Bupati Lebak Moch. Hasbi Asyidiki Jayabaya mengatakan kegiatan ini tidak akan terjadi jika tidak mendapat dukungan gagasan dan moril dari Bonnie Triyana.
“Acara ini tidak akan bisa terwujud tanpa aspirasinya Pak Bonnie. Dengan semangat Trisakti Bung Karno — berdaulat di politik, berdikari di ekonomi, dan berkepribadian di kebudayaan — FSM menjadi bukti bahwa Lebak serius membangun identitas kebudayaan,” kata Hasbi.
Kegiatan FSM terdiri atas beragam agenda, mulai dari prosesi Ngarengkong bersama 300 warga Kasepuhan Banten Kidul, simposium “Sastra Hindia Belanda dan Kita”, hingga tur sejarah Telusur Jejak Multatuli.
Sebagai penutup, festival memutar film dokumenter berjudul “Setelah Multatuli Pergi” karya Arjan Onderdenwinjgaard di kawasan Patung Multatuli.
Di sela-sela FSM, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Suku Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten meramaikan dengan mempromosikan produk unggulan daerah dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat adat. Pelaku UMKM Badui menampilkan beberapa produk khas masyarakat adat seperti kain tradisional motif Janggawari dijual seharga Rp1,2 juta, kain pewarna alam Rp500 ribu, kain songket biasa Rp250 ribu dan kain kadu mancung Rp300 ribu.
Selain itu juga pakaian kebaya perempuan dijual Rp150 ribu, pakaian kampret Rp300 per pasang, selendang kecil Rp20 ribu, ikat kepala (lomar) Rp100 ribu dan tas koja Rp250 ribu. [PR/SP]
Leave a Reply