KPK Diminta Hadirkan Maurice Blackburn, Advokasi Pencemaran Dimulai Tahun 2009

Ilustrasi peta ledakan ladang migas Montara (Ist)

JAKARTA, SP – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menghadirkan pimpinan Kantor Pengacara Maurice Blackburn untuk memperjelas dana kompensasi sebagai hak para korban Tragedi Montara. Advokasi memperjuangkan kasus pencemaran minyak di Laut Timor sudah dilakukan sejak meledaknya kilang Montara tahun 2009.

Hal itu disampaikan Ferdi Tanoni selaku Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) sekaligus anggota The Montara Task Force Republik Indonesia, Senin (24/7/2023). Permintaan Ferdi itu disampaikan menyusul pernyataan dan kunjungan Dian Patria selaku Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Bapak Dian Patria ke Pulau Rote, NTT. Kemudian diikuti sejumlah pernyataan mewakili KPK terkait dana kompensasi pencemaran kilang Montara di Laut Timor yang sudah diperjuangkan sejak tahun 2009 lalu.

Baca : Surat PBB ke Australia, Thailand dan PTTEP Segera Ditindaklanjuti Soal Montara

“Kita semua sepakat dana kompensasi ini milik masyarakat korban yang selama ini berjuang bersama-sama sejak tahun 2009 lalu. Apa yang kami minta dari masyarakat itu sifatnya berupa sumbangan dan sama-sama disetujui. Untuk lebih jelas maka kami minta KPK segera menghadirkan Maurice Blackburn, bukan membuat kericuhan yang terkesan mengadu domba,” ujar Ferdi.

Sebagai informasi, keterlibatan Kantor Pengacara Maurice Blackburn dalam kasus Montara ini mulai intens sejak tahun 2015 setelah menggantikan kantor pengacara Leigh Day & Co dari Inggris yang diberhentikan YPTB. Sedangkan YPTB sendiri adalah satu-satunya lembaga yang diakui dan diregister pemerintah Australia dalam pengajuan gugatan terkait pencemaran dari kilang yang saat itu dimiliki PTTEP Thailand.

Ledakan kilang minyak Montara pada 21 Agustus 2009 di perairan Australia merupakan terbesar di Laut Timor. Adapun kawasan pantai yang tersebar 11 kabupaten Nusa Tenggara Timur (NTT) tercemar sehingga mematikan rumput laut dan ribuan ikan serta biota laut. Dampaknya ratusan ribu pembudidaya dan nelayan kehilangan mata pencaharian hingga ada yang meninggal karena keracunan dan penyakit.

“Ini semua perjuangan panjang sejak 14 tahun lalu. Betul ada yang berkontribusi dalam perjuangan ini tetapi sebagian besar mulai terlibat sejak akhir tahun 2015. Perjuangan panjang dan jerih payah bersama para korban selama enam tahun sejak 2009 tidak banyak yang paham,” tegas Ferdi.

Dia menjelaskan pihaknya sudah empat kali menyurati Murice Blackburn tapi tidak pernah ditanggapi sejak awal Mei 2023 lalu. Setelah pemblokiran dana kompensasi, Maurice Blacburn membuat laporan kepada sejumlah pihak dan seolah-olah mempersalahkan langkah Ferdi Tanoni.

“Apakah kita semua harus setuju dan membenarkan sikap Maurice Blackburn yang datang ke Indonesia mengambil uang dari kasus Montara di Indonesia yang mengabaikan seluruh proses, sistem dan kearifan lokal yang ada ratusan tahun di dalam Indonesia ini kemudian kembali ke Australia,” tanya Ferdi dalam suratnya kepada KPK.

Baca : Dana Kompensasi Diblokir, Mengapa Maurice Blackburn Belum Klarifikasi Soal Montara?

Dalam sejumlah pemberitaan, Maurice Blackburn menyebutkan ada dana yang sudah diberikan kepada pihak Ferdi Tanoni dalam penyelesaian kasus ini. “Benar ada dana yang sudah digunakan dan itu bisa dipertanggungjawabkan dengan sejumlah kerja yang sudah dilakukan sejak tahun 2015,” tegasnya.

Selain kepada pimpinan KPK, surat yang dikirim pada Minggu (23/7/2023) itu juga ditujukan kepada Ketua Satuan Tugas (Kastgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria serta kemudian Duta Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta. Selain itu, juga kepada pimpinan Pengadilan Federal Australia dan pimpinan Kantor Pengacara Maurice Blackburn di Australia. [CR-2]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*