Lembaga Perempuan Dayak Nasional Perkuat Kelembagaan Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Hutan

Peserta Rakernas III dan Loknas 2025 dari Lembaga Perempuan Dayak Nasional (LPDN) dalam pembukaan rangkaian HUT ke- 2 LPDN di Jakarta, Jumat (3/10/2025).

JAKARTA, SP – Lembaga Perempuan Dayak Nasional (LPDN) konsisten memajukan dan memberdayakan perempuan Dayak agar mandiri, produktif, dan berdaya di era modern. Komitmen ini diwujudkan dengan menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III dan Lokakarya Nasional (Loknas) 2025 yang membahas “Penguatan Kelembagaan Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Hutan”.

Rakernas III dan Loknas 2025 ini sekaligus merayakan HUT ke- 2 LPDN pada Jumat dan Sabtu (3-4 Oktober 2025) di Auditorium Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Ketua Umum LPDN Ir Nyelong Inga Simon dalam sambutan pembukaan, Jumat (3/10/2025) menjelaskan maksud dan tema semua rangkaian kegiatan adalah Penguatan Kelembagaan Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Hutan. “Tujuan dari seluruh agenda LPDN ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penyiapan pengembangan Sekolah Lapang untuk pemberdayaan perempuan Dayak, yang diintegrasikan dengan program perhutanan sosial pemerintah,” katanya.

Menurut Nyelong, masyarakat adat Dayak adalah masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, di daerah aliran sungai, yang menggantungkan hidupnya dari alam. Masyarakat Dayak tidak bisa dipisahkan dari alam, dari hutan, dari sungai dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.

“Sekaligus menjaga dan merawatnya dengan berbagai kearifan tradisional yang dihayatinya sejak turun-temurun,” tegasnya.

Ketergantungan pada alam ini, ujarnya, belakangan tergerus berbagai kebijakan pemerintah pusat demi menjaga alam, lingkungan hidup sekitar, seperti larangan pola pertanian ladang berpindah, mendulang emas secara tradisional, dan pemanfaatan kayu hutan.

Dampaknya di lapangan menggerus sumber penghidupan masyarakat adat Dayak. Tidak heran, beberapa tahun belakangan ini, khususnya sejak 2022, berbagai media nasional dan lokal mengangkat berita miris tentang Robohnya Lumbung Pangan Dayak Kalimantan, dengan segala dampak sosial ikutannya yang memprihatinkan: stunting, gizi buruk, pernikahan dini, KDRT dan sebagainya.

Atas keprihatinan itu, LPDN di bawah naungan Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), mengembangkan program nyata guna membantu masyarakat adat Dayak, khususnya perempuan Dayak. Berbagai upaya dilakukan dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan berbagai aktivitas ekonomi produktif untuk mengolah lahan di sekitarnya sebagai sumber penghidupan.

Untuk itu, LPDN merancang Program Sekolah Lapang demi pemberdayaan perempuan dan anak-anak muda Dayak yang diintegrasikan dengan program pemerintah berupa perhutanan Sosial. Melalui Sekolah Lapang, para peserta, khususnya perempuan Dayak, dilatih dan didampingi agar dapat mengolah dan memanfaatkan lahan yang dimilikinya ataupun lahan dari Program Perhutanan Sosial.

“Sekolah Lapang akan mengembangkan aktivitas pemberdayaan berupa pelatihan dan pendamping oleh fasilitator; produksi berbasis teknologi tepat guna; pemasaran; sinergi antara akademisi, pengusaha, pemerintah dan komunitas; dan akses modal,” jelasnya. [PR/SP]

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*