KLHK Usut Perusahaan Peleburan Logam Di Serang

JAKARTA, SP – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyetop aktivitas peleburan logam tanpa izin milik PT Xingye Logam Indonesia (XLI). Peleburan ini berlokasi di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Berdasarkan temuan petugas di lapangan, perusahaan menggunakan bahan baku yang berasal dari limbah B3, di antaranya abu tembaga dan debu sisa pembakaran Printed Circuit Board (PCB). “Penghentian aktivitas peleburan logam itu merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan,” kata Kepala Subdirektorat Penanganan Pengaduan dan Pengawasan Penaatan dari Direktorat Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK Damayanti Ratunanda dalam keterangan di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

KLHK menghentikan aktivitas peleburan logam yang dijalankan oleh PT XLI pada 18 April 2023 lalu. PT XLI merupakan sebuah perusahaan industri peleburan logam tembaga untuk dijadikan ingot atau aluminium batangan dengan status penanaman modal asing.

Setelah diperiksa, perusahaan itu juga terbukti tidak memiliki izin persetujuan lingkungan untuk kegiatan pengelolaan limbah B3 dan persetujuan teknis pemanfaatan limbah B3.
Damayanti mengatakan kegiatan dumping limbah B3 tanpa izin merupakan pelanggaran berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tindakan tersebut juga telah mencemari lingkungan sekitar yang terbukti dengan hasil pengukuran insitu air lindi dumping limbah B3 di lahan persawahan yang nilai keasaman airnya hanya 0,92 (sangat asam).

Seperti ditulis Antara, PT XLI juga disebut KLHK, terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa melakukan impor limbah B3 berupa debu sisa pembakaran PCB. Hal ini melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Buang Jelantah
Perusahaan itu juga diduga melanggar pidana sesuai dengan Pasal 98 ayat (1), Pasal 103, Pasal 104, Pasal 106 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Atas pelanggaran tersebut serta untuk mempertanggungjawabkan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh usahanya, PT XLI terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar,” tegas Damayanti.

Terhadap penggunaan B3 dan penanganannya, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan sosialisasinnya kepada warga.
Kenneth mencontohkan pengolahan sampah minyak jelantah yang menjadi program beberapa wilayah. Banyak warga yang belum memahami tata cara pembuangan minyak jelantah. Alhasil, masih banyak yang membuangnya ke saluran air. Padahal, pemerintah kota melalui jajaran kecamatan dan kelurahan memiliki program menampung minyak jelantah. [PR/SP]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*