81 Kepala Desa Harus Diperiksa, Apa Kaitan BRI dengan Dana Montara?

Kilang minyak meledak dan mencemari Laut Timor seluas 90.000 km persegi.

KUPANG, SP – Upaya penyelesaian kasus pencemaran Laut Timor akibat ledakan ladang minyak dan gas bumi (migas) di Blok Montara masih terus dilakukan. Namun, niat baik dan perjuangan sejak tahun 2009 lalu selalu saja menghadapi sejumlah kendala. Terakhir, muncul dugaan penyimpangan dalam penyaluran dana kompensasi Montara oleh Maurice Blackburn Lawyers berbuntut laporan ke Kepolisan Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT). Polda NTT didesak segera memeriksa 81 kepala desa di Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Kupang yang menerima dana kompensasi.

Dugaan penyimpangan dilaporkan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni selaku perwakilan resmi dan Otoritas Khusus Pemerintah RI ke NSW Legal Services Commissioner (bagian dari Office of the Legal Services Commissioner/OLSC) dan Pengadilan Federal Australia di Sydney-Australia.

“Kami hingga saat ini tidak pernah tahu tentang pembagian kompensasi tersebut bahkan saya dianggap tidak pernah ada karena tidak memiliki hak, wewenang dan lain sebagainya. Padahal, semua proses ini bisa berjalan justru karena YPTB, Ocean Watch dan sejumlah aktivis secara konsisten berjuang dengan berbagai kendala yang tidak kecil,” tegas Ferdi Tanoni di Kupang, Senin (6/5/2024).

Dalam waktu dekat, pihaknya juga segera memberi klarifikasi terkait dengan dugaan penyimpangan tersebut di New South Wales (NSW).

Menurut Ferdi, upaya hukum harus dilakukan untuk mengungkap tuntas dugaan penyimpangan dalam pendistribusian dana kompensasi. Apalagi, dirinya sempat difitnah dan dituduh telah melakukan tindak pidana korupsi atas dana kompensasi ini. Padahal, Maurice Blackburn yang berkantor di Sydney-Australia hanya berhubungan dengan 81 kepala desa di Kabupaten Rote Ndao dan Kupang.

“Dugaan penyimpangan tersebut antara lain dengan mengatur nama-nama korban penerima dana kompensasi ini hingga besarnya volume dari setiap petani rumput laut,” tegasnya.

Menariknya lagi, lanjut Ferdi, keterlibatan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam pendistribusian dana di Kupang dan Rote Ndao juga perlu dipertanyakan. BRI adalah penerima dan pelaksana dana kompensasi tersbut yang kemudian dibagikan kepada berbagai pihak terdampak.

“Sebagai orang awam timbul beberapa pertanyaan kepada BRI untuk bisa segera menjawabnya karena harus transparan,” tegasnya.

Dikatakan, beberapa hal yang masih belum jelas tersebut adalah penyaluran dari BRI hanya 75% saja dan menyetujui menahan 25 % dari dana masyarakat tersebut. Kemudian, laporan pendistribusian dana kompensasi kepada pemerintah hingga terkait besaran bunga perbankan yang disimpan BRI.
Sejauh ini, belum ada penjelasan resmi dari pihak BRI agar tidak menimbulkan kekisruhan baru sejak hadirnya Maurice Blackburn. [SP-3]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*