
MANOKWARI, SP – Kasus Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Arfak Indonesia (Bank Arfindo) merupakan kasus besar di Polda Papua Barat dengan kerugian kurang lebih mencapai Rp 345 miliar. Sayangnya, tindak lanjut atas kasus Arfindo dalam setahun terakhir ini diduga makin tidak jelas dan terkesan ada kejanggalan.
Seperti diberitakan SP pekan lalu, kejanggalan tersebut dari perjalanan pihak yang menangani kasus Bank Arfindo. Awalnya ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) lalu pindah ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Papua Barat. Belum lama ini, penanganan kasus itu dialihkan lagi ke Dit Reskrimsus Polda Papua Barat. Kejanggalan lain disinyalir bahwa 12 tersangka yang ditetapkan medio Agustus 2023 lalu pun tidak pernah ditahan dan ditengarai sudah bebas tidak perlu wajib lapor lagi. Kemudian, kejanggalan juga terjadi dengan langkah kepolisian yang membuat pengaduan atas kerugian masyarakat.
Baca : Ungkap Tindak Pidana Terstruktur dan Sistematis dalam Kasus Bank Arfindo
Kuasa hukum Bank Arfindo Hiras Tobing menyayangkan belum ada perkembangan signifikan atas kasus tersebut karena sejumlah kejanggalan. Terakhir, dengan pembuatan hotline pengaduan di Polres Manokwari, Polres Kota Sorong dan Polres Fakfak juga terkesan membingungkan. Padahal sudah ada laporan potensi kerugian sebagai petunjuk awal sebelumnya dan BPR ini selalu didiaudit kantor akuntan publik (KAP) setiap tahunnya sehingga data-datanya sudah cukup.
“Tujuan hotline untuk mendapatkan pengaduan masyarakat, sementara perkiraan perhitungan kerugian sudah disampaikan pelapor jauh-jauh hari. Apalagi, BPR ini wajib diaudit KAP yang terdaftar pada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan kalau misalnya ragu dengan angka kerugian maka bisa saja dikoordinasikan dengan OJK,” ujar Hiras, Kamis (29/2/2024).
Baca : Salahi Prinsip Kehati-hatian Perbankan, Tuntaskan Audit Kasus BPR Arfindo
Selain laporan yang sudah masuk, audit KAP, Bank Arfindo juga dalam pengawasan OJK sebagai instansi pengawas dan pengaturan industri BPR. Bahkan, OJK Provinsi Papua dan Papua Barat sejak bulan Maret 2023 lalu sudah memantau perkembangan masalah Bank Arfindo. Hal ini pernah disampaikan Jones Bubun, Kepala Sub Bagian Administrasi Kantor OJK Provinsi Papua dan Papua Barat sebagaimana pernah dilansir beberapa media pada Maret 2023 lalu. Saat ini, pihak OJK menyebutkan ada beberapa pengaduan yang masuk Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK). “Memang benar Arfindo merupakan salah satu BPR di bawah pengawasan OJK,” kata Jones.
Hiras menegaskan dengan keterlibatan OJK yang sudah lama tersebut maka proses penyelesaian kasus Arfindo bisa dipercepat sesuai aturan berlaku. Apalagi, BPR Arfindo sudah masuk status bank dalam penyelamatan dengan batas yang diberikan hanya sekitar 9 bulan lagi, sebelum BPR ini menjadi bank dalam resolusi atau ditutup.
“Lalu untuk apa membuat hotline pengaduan yang akhirnya tidak efektif dan membuang-buang waktu. Apalagi waktu pengawasan dari OJK tinggal 9 bulan lagi. Kalau ijin BPR dicabut, untuk apa proses yang saat ini dilakukan Polda Papua Barat. Apakah masih bermanfaat,” tanya Hiras.
Seperti diketahui, Polres Manokwari, Polres Kota Sorong dan Polres Fakfak membuat hotline (dengan sambungan telepon) untuk menerima pengaduan masyarakat terkait kerugian dalam kasus Bank Arfindo. Hotline pengaduan itu sudah mulai disebar sejak dua pekan lalu.
Sebelumnya, Kapolda Papua Barat Irjen Pol Johnny Eddison Isir pada pertengahan Januari 2024 lalu pernah mengatakan proses hukum kasus Bank Arfindo tetap berjalan. Dia memastikan penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan proses hukum terhadap 12 tersangka terus berjalan, tetapi belum satu pun ada tersangka yang di tahan.
Pihak Polda Papua Barat sendiri belum memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait kasus yang awalnya muncul dari Kantor Cabang Arfindo di Fakfak. Dari Polres Fakfak, kasus tersebut kemudian ditarik ke Polda Papua Barat dengan kerugian kurang lebih mencapai Rp 345 miliar. [PR/SP]
Leave a Reply