Andai Tanpa Pengaduan Resmi dari Indonesia, Derita Korban Montara Tanpa Akhir

Kilang minyak meledak dan mencemari Laut Timor seluas 90.000 km persegi.

Sudah 14 tahun lebih 4 bulan dan 10 hari, Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Bersama sejumlah mitra terus berjuang mendapatkan keadilan bagi seluruh nelayan dan pembudidaya rumput laut di 13 kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdampak pencemaran di Laut Timor. Kelalaian dari PTTEP selaku BUMN Thailand dan Pemerintah Federal Australia turut andil dalam penderitaan rakyat NTT.

Advokasi YPTB membela WNI di NTT ini tanpa pamrih hingga saat ini. Seiring perjuangan ini, korban berjatuhan karena sakit, terlantar, hingga meninggal dunia karena penyakit aneh.
Belum lagi ratusan ribu keluarga dengan ekonomi berantakan. Anak putus sekolah adalah salah satu dampak dalam kepasrahan, masih banyak contoh lainnya. Korban lainnya mengalami gatal-gatal setelah terkena air laut yang diduga akibat penyemprotan bubuk kimia beracun “dispersant” untuk menenggelamkan tumpahan minyak Montara ke dasar laut.

Pada Oktober 2009 terbentuklah Aliansi Peduli Timor Barat-Partai Hijau Australia-WWF yang mendesak Pemerintah Australia dan Indonesia segera melakukan penelitian tentang Petaka Tumpahan Minyak Montara yang maha dahsyat itu. Diikuti bulan November, Pemerintah Federal Australia membentuk Montara Commission of Inquiry (Komisi Penyelidik Montara). YPTB mengirimkan contoh air Laut Timor yang tercemar ke Laboratorium Universtitas Indonesia untuk menganalisa dan hasilnya ada pencemaran luar biasa. Pada akhir 2009, dikirim lagi contoh tumpahan minyak Montara ke Kantor Senator Rachel Siewert di Perth-Australia agar bisa dilakukan analisa. Kemudian Partai Hijau Australia meneruskan ke Komisi Penyelidik Montara untuk dianalisa oleh Leeders Consulting Pty.Ltd. Hasilnya 95% contoh tumpahan minyak yang dikirim sama persis dengan tumpahan minyak Montara.

Hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Montara menyatakan terjadi tumpahan minyak di Laut Timor dengan luasan sekitar 90.000 kilometer persegi. Sekitar 90% dari luasan tersebut adalah perairan Indonesia karena ada saat aliran angin dan gelombang saat kejadian dari arah selatan meniup ke utara sangat kencang hingga Desember 2009. Kemudian pada April 2010, YPTB bersama Dr Christine Mason mengajukan pengaduan kepada Komisi Penyelidik Montara. Komisi tersebut menyebutkan ada 39 pengaduan tentang tumpahan minyak Montara, termasuk YPTB yang merupakan satu-satunya dari YPTB.

Baca : Inisiatif yang Baik dengan Dubes Australia, Korban Montara Perlu Kejelasan

Setelah terkatung-katung, pada 2012, Bupati Rote Ndao Lens Haning menerbitkan Surat Kuasa kepada YPTB untuk melakukan advokasi dan litigasi. Disusul Bupati Kupang Ayub Titu Eki, Bupati Belu Joachim Lopez, Bupati Timor Tengah Utara Ray Fernandez, Bupati Timor Tengah Selatan Paul Mela, Wali Kota Madya Kupang Jonas Salean dan lainnya. Berkembang lagi Surat Dukungan Penuh Pemerintah Provinsi NTT yang ditandatangani Wakil Gubernur Esthon L.Foenay.

Representasi Resmi
Pada pertengahan 2014, Evert Ernest Mangindaan selaku Menteri Perhubungan dan Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (Timnas PKDTML) menerbitkan Surat Dukungan Penuh kepada YPTB. Intinya melakukan advokasi-diplomasi-litigasi terhadap Tragedi Montara segera mengambil langkah terkait kerugian sosial ekonomi masyarakat akibat pencemaran. Rentetan fakta diatas memastikan bahwa
Ferdi Tanoni selaku Ketua YPTB merupakan representasi dan otoritas resmi Pemerintah Republik Indonesia.

YPTB kemudian menunjuk pengacara Monica Feria-Tinta di London pada akhir 2019 lalu untuk mengajukan tuntutan akibat petaka Montara ke Pemerintah Federal Australia. Pengaduan mewakili korban dari 13 kabupaten/kota di NTT ditujukan kepada Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Pada Maret 2021, Pengadilan Federal Australia memberikan putusan memenangkan petani rumput laut NTT di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao. Tiga atau empat hari sebelumnya,
PBB menerbitkan surat kepada Pemerintah Federal Australia-Indonesia-Thailand dan PTTEP di Bangkok untuk memberikan jawaban kepada PBB. Semua jawaban diselesaikan pada Mei 2021 lalu. Kini, YPTB dengan surat jawaban tersebut akan terus maju membawa kasus ini ke pengadilan. Perjuangan terus berlanjut, Selamat datang 2024 dengan komitmen yang tidak pernah pudar untuk Rakyat NTT.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*