Surat Terbuka Laut Timor dan Pulau Pasir, Ada Apa Kementerian Luar Negeri?

Lingkaran merah adalah lokasi Gugusan Pulau Pasir (Ist)

JAKARTA, SP – Perjuangan pemegang ulayat masyarakat adat Laut Timor dan Pulau Pasir, Ferdi Tanoni, seakan tanpa henti. Sejak Indonesia “dicurangi” Australia, upaya mengembalikan gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) selalu konsisten. Pekan lalu, sebuah surat terbuka dilayangkan kepada Profesor Hikmahanto Juwana karena pernyataan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) di Podcast via Jong Syndicate terkait sengketa Gugusan Pulau Pasir.

“Sebagai sesama anak Bangsa Indonesia, kami menyampaikan hormat dan salam kepada profesor hukum internasional. Hebat,” sebut Ferdi Tanoni.

“Izinkan kami sampaikan bahwa pada tahun 1970-an kami menetap sebagai penduduk resmi Australia di Kota Sydney Australia,” kata penerima penghargaan Nasional Untuk Keadilan Sipil (Civil Justice Award) 2013 dari Aliansi Pengacara Australia ini.

Kemudian, pada tahun 1990-an Pemerintah Federal Australia menunjuknya sebagai agen imigrasi Pemerintah Australia untuk memberikan visa kepada pihak ketiga yang ingin berkunjung ke Australia.

Penulis buku “Skandal laut Timor: Sebuah barter politik ekonomi Canberra-Jakarta?” ini menyentil beberapa hal terkait pernyataan Profesor Hikmahanto bahwa ada perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Australia. Yang menjadi pernyataan adalah pada tahun berapakah perjanjian itu ditandatangani?

“Apakah kita semua sudah paham bahwa Australia telah mencaplok Gugusan Pulau Pasir itu pada tahun 1972 yang membuat Zona Perikanan, kemudian ditingkatkan menjadi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Australia secara sepihak oleh Pemerintah Australia,” tanya Ferdi.

Menurut dia, mengapa oknum-oknum dari Kementerian Luar Negeri yakni AK Jailani-A Jinangkung dan Damos Agusman tidak mengatakan bahwa ada Perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Australia yang Prof.Hikmahanto sebutkan ini?
Karena itu, Ferdi mempertanyakan dimanakah dan atau adakah perjanjian Australia-RI tentang Gugusan Pulau Pasir ini?

Ia sangat menyayangkan bahwa Kementerian Luar Negeri RI hanya menyatakan bahwa Pulau Pasir adalah milik Australia berdasarkan pada 1933 Act.
“Bagaimana seandainya kami buktikan berbagai sejarahnya dengan dokumen sah bahwa Pulau Pasir ini telah menjadi hak milik kami jauh sebelum Kapten Samuel Ashmore mengklaimnya,” tegas Ferdi.

Demikian juga dipertanyakan kesepakatan bersama (MoU) tahun 1974 dan lain sebagainya termasuk kesepakatan antara Pejabat Australia dan Indonesia itu merupakan sebuah perjanjian internasional. Ferdi berargumen bahwa Indonesia bangsa yang besar, merdeka dan demokratis berdasarkan UUD 1945 hak kedaulatan NKRI telah dikembalikan ke tangan Rakyat Indonesia.

“Kami masyarakat adat Laut Timor menuntut jawaban dari Kementerian Luar Negeri RI tentang status Gugusan Pulau Pasir ini yang sudah selama 25 tahun lamanya, tapi tidak pernah ada jawabannya,” tegasnya.

Secara khusus, Ferdi Tanoni menyampaikan terima kasih kepada Hikmahanto Juwana yang telah memberikan banyak masukan dan pengetahuan. Namun, Ferdi menunggu pihak Kementerian Luar Negeri mengundang masyarakat Adat Laut Timor guna diberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya.

Sebelumnya, ketika memberikan klarifikasi atas pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Kementerian Luar Negeri pernah menyatakan bahwa Gugusan Pulau Pasir adalah milik Australia. Sayangnya, penjelasan ini tidak pernah diberikan secara langsung kepada pemegang ulayat masyarakat adat Laut Timor dan Pulau Pasir. Jadi, sebenarnya ada apa dengan Kementerian Luar Negeri? [SP]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*