JAKARTA, SP – Saat ini adalah era kolaborasi. Penanganan masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak hanya menjadi urusan pemerintah pusat saja, namun juga melibatkan pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota serta pemerintah Desa, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 mengatur tentang kewenangan Pemerintah Pusat, Daerah, Kabupaten/Kota hingga Pemerintah Desa. Hal tersebut disampaikan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani di hadapan para pimpinan daerah Kabupaten/Kota di Aula KH. Abdurrahman Wahid BP2MI (14/3).
Sebagai bentuk kejelasan kewenangan serta kolaborasi pusat dan daerah, maka dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara BP2MI dengan 8 (delapan) Kabupaten/Kota antara lain: Kota Salatiga, Kabupaten Banyumas, Batang, Kebumen, Temanggung, Kubu Raya, Sanggau, Solok Selatan, serta 4 (empat) institusi pendidikan yakni Universitas Gorontalo, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan Forum Kursus Perhotelan dan Kapal Pesiar Indonesia.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani menjelaskan, sangatlah strategis dan penting menjalin kerjasama dengan berbagai pihak demi melindungi para PMI. Acara ini sangatlah ditunggu oleh para PMI sebagai penyumbang devisa negara terbesar kedua.
“Lindungi PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki, merupakan amanah dari Presiden kepada saya sejak dilantik sebagai Kepala BP2MI, menjadi jargon kami hingga hari ini. Ini adalah sikap moral, keberpihakan Presiden kepada PMI. Hal ini kami wujudkan melalui sinergi kelembagaan” tegas Benny Rhamdani, Selasa (15/3/2022).
BP2MI terus melakukan transformasi sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 disahkan dan terus menghadapi tantangan, persoalan berat, kompleksitas masalah yang sangat dinamis dan berubah begitu cepat di lapangan termasuk saat pandemi Covid-19.
Benny menjelaskan bahwa BP2MI harus menjawab tantangan tersebut. Data rata-rata per tahun BP2MI menempatkan sebanyak 277.000 PMI bekerja ke 150 negara penempatan, tahun 2020 saat pandemi, hanya mampu menempatkan sebanyak 113.000 PMI dan tahun 2021 sebanyak 72.000 PMI.
“BP2MI telah menetapkan tahun 2022 merupakan tahun penempatan PMI, kami ingin menjawab tuntutan penempatan. Mempersiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang merupakan tanggungjawab kita bersama” ungkap Benny.
Telah ada 121 dokumen kerja sama yang telah ditandatangani BP2MI, sebanyak 62 kerja sama dengan pemerintah daerah, 36 kerja sama dengan Lembaga Pendidikan, 19 (Sembilan belas) kerja sama dengan pemerintah pusat dan BUMN, lembaga keuangan, swasta dan lembaga kesehatan, serta empat kerja sama dengan luar negeri baik lembaga pemerintah, swasta maupun organisasi internasional.
“Ini adalah era kolaborasi, dimana BP2MI ingin mengingatkan semua pihak bahwa penanganan PMI tidak lagi menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat saja, namun juga Pemerintah Daerah dan Lembaga terkait lainnya,” tegas Benny.
Tidak mudah menangani permasalahan PMI, saat ini telah terdata sebanyak 4,4 juta PMI di luar negeri berdasarkan data SISKOP2MI, namun masih ada sebanyak 4,6 juta PMI yang bekerja secara nonprosedural.
“Mari jadi hari ini menjadi awal titik start, negara tidak boleh kalah oleh sindikat dan mafia perdagangan manusia” ungkap Benny Rhamdani.
Satgas Pemberantasan Sindikat Penempatan PMI Ilegal, lahir dari modal nekat Kepala BP2MI, karena gerah melihat sindikat penempatan PMI yang dilakukan oleh segelintir orang namun mendapatkan beking dari oknum aparatur pemerintahan.
Selama dua tahun memimpin BP2MI, dirinya telah berhasil melakukan tindakan pencegahan penempatan PMI secara nonprosedural sebanyak 48 kali, dengan 24 kali dipimpin secara langsung oleh dirinya. Sebanyak 1.300 orang telah berhasil diselamatkan.
“Negara saat ini sedang menjalani fase darurat penempatan ilegal PMI, yang dalam praktiknya harus saya akui bahwa praktik penempatan PMI ilegal ini dilakukan oleh segelintir orang yang sialnya dinaungi oknum dengan atributif kekuasaan,” ungkap Benny.
“Saya tidak dapat mengatakan hal buruk di luar dan menutupi bahwa oknum itu bisa ada di lembaga yang saya pimpin. Kita serius memerangi hal ini. Dengan seizin Presiden, saya membentuk Satgas Pemberantasan Sindikat Penempatan PMI Ilegal, didukung organisasi keagamaan, mantan Kabareskrim Polri dan tokoh LSM. Satgas ini lahir modal nekat Kepala BP2MI, namun memperoleh banyak dukungan.” tandasnya.
“Kita semua sepakat bahwa satu orang anak bangsa pun tidak boleh diperjualbelikan, kita harus perang dan ini harus dihentikan, BP2MI adalah mimpi buruk bagi praktik perdagangan manusia dan kejahatan kemanusiaan” tutupnya.
Sementara itu, Yulian Evi, Wakil Bupati Solok Selatan, menyampaikan terimakasih kepada BP2MI dengan kerjasama yang dibina dari Pusat. Selama ini banyak warga daerah Solok Selatan yang menjadi PMI nonprosedural ke Malaysia.
“Dengan adanya MoU kerja sama ini kami sangat berharap segala permasalahan dapat terkoordinasi cepat dengan BP2MI, tadi kami diajak Pak Benny meninjau Command Center BP2MI yang dapat memantau data terkini dari para PMI secara langsung, by name by address. Kami sangat mendukung BP2MI kedepannya” ungkap Yulian Evi.
Yulian menambahkan bahwa setelah menandatangani MoU dengan BP2MI, dirinya akan menindaklanjuti dengan mengedukasi masyarakat daerahnya, bahwa bekerja ke luar negeri tidak seperti masa lalu, serta akan mengalokasikan anggaran untuk edukasi PMI.
“Saya bersama Pak Kadisnaker, Kabupaten Solok Selatan, Pak Basliyar akan segera memproses Peraturan Daerah tentang PMI seperti harapan Pak Kepala BP2MI, nantinya dalam bentuk Peraturan Bupati,” tutupnya Wakil Bupati Solok Selatan. [EH]
Leave a Reply