Jakarta, SP – Kriminalisasi dan mafia hukum masih marak, khususnya di wilayah DKI Jakarta, yang melibatkan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa hingga hakim. Peradilan sesat pun terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia menegaskan mafia hukum dan peradilan sesat menyebabkan kriminalisasi atas korban yang mencari keadilan. Dalam kasus tanah, justru para mafia tidak terjerat hukum tetapi pemilik yang sah malah dikriminalisasi.
Gabriel Goa selaku Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia di Jakarta, Minggu (13/3/2022), menegaskan peradilan sesat ini banyak dikendalikan oleh para mafia hukum. “Itu bisa terjadi karena keterlibatan aparat penegak hukum. Polisi, jaksa dan hakim harus diusut dan bertanggung jawab,” tegas Ketua Kompak Indonesia ini.
Dikatakan, Devid dan Effendi menjadi korban peradilan sesat di PT DKI Jakarta. Sebelumnya mereka menjadi korban peradilan sesat di PN Jakarta Pusat melalui Putusan PN Jakarta Pusat No.485/Pid.B/2021/PN.jkt.Pst tanggal 01 Desember 2021 terkait perkara pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Dakwaan tersebut tidak sesuai tudingan dari Polres Jakarta Pusat bahwa mereka adalah mafia tanah. Jaksa Penuntut Umum Ike Rosmawati belum berhasil dikonfirmasi.
Baca : Ungkap Mafia Tanah dan Peradilan Sesat, Jaksa dan Hakim Perlu Diperiksa
Kemudian, lanjutnya, terjadi lagi peradilan sesat di PT DKI Jakarta dalam amar putusan 22 Pebruari 2022 oleh Majelis Hakim yakni Tjokorda Rai Suamba,SH,MH (Ketua Majelis), lalu Binsar Pamopo Pakpahan,SH,MH dan Gunawan Gusmo,SH,M.Hum sebagai Hakim Anggota. Berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 13 Januari 2022 Nomor 13/Pid/2022/PT DKI memutuskan perkara berbeda pasal pidananya yakni dari pasal pidana 335 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana perbuatan tidak menyenangkan menjadi pasal 114 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Peradilan sesat sepertinya sudah diatur dari tingkat PN hingga PT DKI Jakarta. Miris dan sangat menyedihkan PT DKI yang seharusnya mengungkap kebenaran dan keadilan justru melakukan kesalahan fatal. Inilah namanya mafia hukum dan kriminalisasi,” kata Gabriel.
Terkait sejumlah keanehan itu, Padma mendesak Ketua Mahkamah Agung RI memerintahkan Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI bekerja sama dengan Komisi Yudisial memeriksa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam perkara ini.
Selain itu, pihaknya juga mendesak Komisi Kejaksaan, Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Jaksa Agung untuk menindak tegas Jaksa Penuntut Umum dalam kasus penguasaan tanah di Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi pada Kamis (8/4/2021) mengatakan telah mengamankan sejumlah tersangka dalam kasus penguasaan tanah di Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Sebelum menahan Devid dan Effendi, Polres Jakarta Pusat menangkap delapan orang berinisial HK, EG, RK, MH, YB, WH, AS, dan LR yang diduga menguasai lahan itu, serta AD yang merupakan oknum pengacara.
Devid dan Effendi sangat dirugikan dengan tudingan sebagai mafia tanah. Ironisnya, dakwaan Pasal 335 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang tidak ada kaitannya dengan tudingan mafia tanah. Bahkan, sudah menjalani vonis 4 bulan dari putusan hakim PN Jakarta Pusat yang tidak pernah menunjukkan bukti-bukti pendukung dalam persidangan. [PR/SP]
Leave a Reply